Perkenalkan, aku Iblis.
Aku dari jenis golongan Jin, sedangkan sebutan itu, Iblis, aku dapatkan setelah
dijatuhkan (ab-la-sa) tertolak dari
jamaah malaikat di langit atas sana. Bagaimana ceritanya? Kalian ingin tahu?
Akan aku kisahkan, tapi jangan percaya padaku. Percayalah pada Allah, dan
rasulullah Muhammad Ibn Abdullah. Jika kalian menganggap perintahku itu adalah kebaikan,
maka kalian sudah tersesat. Kalian tak boleh mengikuti perintahku, ingat,
tugasku menyesatkan kalian semua. Aku telah bersumpah di hadapan Tuhan untuk
itu sampai kiamat. Tapi baiklah, kita mulai kisah menyebalkan itu.
Kisah ini berawal
ketika nenek moyangku diciptakan pertama kali, mereka disebut sebagai kaum Abal Jaan, bapak moyang kami para jin.
Setelah Tuhan selesai menciptakan para malaikat yang jumlahnya aku sendiri tak
bisa memperkirakan, dia menciptakan kami. Malaikat tercipta dari Nur, cahaya, dan kami diciptakan dari Nar, api. Nur, pakai dhomah, sedangkan kata Nar bersandangan fathah. Banyak manusia tertipu siapa
yang sedang berbisik di dalam dirinya. ‘Hanya’ karena ketidaktahuan sandangan
itu, manusia lebih sering menganggap Nar (api, Jin), sebagai Nur (cahaya,
malaikat). Manusia cenderung mengikuti bisikan dirinya yang buruk saat cahaya
ilmu tak menerangi jiwanya.
Aku dan kaumku
diciptakan dari api tanpa asap, Nar, turunan dari Nur, satu tingkat di bawah
derajat cahaya. Ilmu pengetahuan menyebut bahan-bahan penciptaan kami sebagai
‘plasma’, wujud zat keempat setelah zat cair, gas, dan padat, yang tingkatannya
di balik. Dari wujud zat cahaya yaitu malaikat, plasma yaitu jin, gas atau
nebula alias ‘dukhon’ yaitu alam semesta termasuk bumi, lalu terakhir air dan
tanah yaitu manusia dan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Tentang awal
penciptaan dan tahapan wujud zat bahan penciptaan manusia dan semesta, akan aku
ceritakan di bagian kedua. Kita lanjut. Tapi, masihkah sadar kalian sedang aku
sesatkan?
Abal Jaan, diciptakan
setelah bumi dikiamatkan untuk pertama kalinya. Mereka adalah makhluk pertama
yang menghuni bumi setelah dikiamatkan pertama kali. Kiamat diambil dari kata qo-wa-ma, ya-qu-mu, i-qo-mah, qi-ya-mah,
qum, yang arti mudahnya adalah ‘bangkit’, kebangkitan, atau dibangkitkan.
Ilmu geologi manusia menyebutnya fase arkeozoikum, yaitu beberapa saat setelah
fase pendinginan gas nebula. Wujud zat gas, nebula, asap, dalam kitab suci umat
Islam disebut dukhon.
Kami diciptakan dari
api yang memiliki sifat cenderung bergejolak. Kami diciptakan dengan naluri
perang, saling membunuh, saling menundukan, menumpahkan darah (wa yasfiqudima).
Karena perang yang tak pernah selesai itu, kaum Abal Jaan pun hampir punah.
Bukan hanya karena perang antar suku, tetapi juga karena mulai munculnya
dominasi kaum Banul Jaan, generasi
baru keturunan para Abal Jaan. Tiap anak-anak Jin nenek moyang kami pun
mewarisi dendam dan hasrat perang yang tak kalah besar daripada pendahulunya.
Bersamaan dengan punahnya kaum Abal Jaan, bumi dikiamatkan untuk kedua kalinya,
dibangkitkan untuk yang kedua kalinya. Ilmu geologi manusia menyebutnya fase
mesozoikum. Masa yang masih amat jauh dari adanya umat manusia. Adam bahkan
belum muncul sama sekali di lapisan langit manapun. Di bumi, kami melanjutkan
pertempuran yang tak ada habis-habisnya.
Kalian mungkin
bertanya, dimanakah aku saat itu? Aku adalah salah satu anak dari klan terbesar
kaum Abal Jaan. Anak bandel, licik, sekaligus penuh tanya mengapa semua jin
mencintai peperangan, meskipun terus terang aku juga menikmati saat membantai
sesamaku. Tapi, aku hanya melakukan itu hanya sampai akhir remaja saja.
Memasuki dewasa, aku seakan mendapat jalan hidup yang berbeda dari (sangat
mungkin) seluruh Banul Jaan saat itu. Manusia menyebut itu sebagai petunjuk
Tuhan. Melakukan revolusi takdir, dari kaum penikmat perang, menjadi makhluk
Tuhan yang taat dan beribadah dengan rasa senang. Kalian jangan tertipu saat
aku berkata ‘remaja’. Usia kami, jika tak mati dalam peperangan bukan lagi dalam
hitungan ribuan atau puluhan ribu tahun hitungan bumi. Karena ketika aku telah
mampu menembus lapisan langit dan berkumpul bersama jamaah malaikat, perjalanan
10.000 atau bahkan 50.000 tahun dari bumi ke langit hanya aku tempuh dalam
beberapa jam saja hitungan bumi. Bagaimana jika dalam sehari, 24 jam hitungan
bumi, aku pulang pergi bumi-langit 7x? Ya, ya, ya, jawabannya, banyak sekali.
Aku berumur jutaan tahun, bahkan nantinya, umurku ditangguhkan sampai kiamat
terakhir.
Ketika aku sedang asyik
berdzikir bersama para malaikat di langit, turun perintah untuk membasmi
sisa-sisa Banul Jaan yang terus menerus saling menyiksa. Bersamaan dengan itu,
bumi dikiamatkan untuk ketiga kalinya. Manusia menyebut itu sebagai fase
kenozoikum. Kiamat yang pada akhirnya aku terkutuk karena itu adalah persiapan
diciptakannya Adam dan terjatuhnya aku dari derajat yang tinggi di sisi Tuhan.
Aku ikut dalam barisan
perang para malaikat yang membumihanguskan Banul Jaan hingga nyaris punah, jika
aku tak memiliki hasrat pada sebagian jin perempuan. Aku selamatkan mereka,
dengan harapan mereka mau menaatiku menyembah Tuhan berjamaah. Tapi, kehendak
Tuhan setelah itu ternyata berbeda. Banyak hal yang aku tak bisa mengetahuinya,
yang Tuhan katakan bahwa itu adalah gaib. Wilayah yang tak satupun makhluk
Tuhan tahu, kecuali yang diberikan izin. Termasuk takdirku, ketetapan bahwa
ternyata ada cabang pilihan dari takdirku di antara sujud di hadapan makhluk
rendahan bernama Adam itu.
Dikabarkan pada jamaah
malaikat di bawah pimpinan Jibril, akan diangkat seorang wakil (khalifah) Tuhan
di bumi. Karena akulah satu-satunya kaum Banul Jaan yang tersisa dan paling
taat, aku cukup percaya diri bahwa akulah yang Tuhan maksud itu. Tapi, ternyata
bukan. Kurang ajar. Jika mengingat kisah ini, aku tak kuasa menahan murka. Jika
bukan karena sumpahku, ingin rasanya ku sesatkan seluruh manusia hanya dalam
satu waktu. Tapi, jika ku lakukan itu, apa ‘pekerjaanku’ sampai kiamat jika
semua manusia sudah ku sesatkan? Surat Al Baqarah ayat 30 terucapkan. Lalu, ah,
kurang ajar. Aku akan lanjutkan kisah ini di bagian kedua.
Bersambung.