23 Maret 2015 pukul 18.04
Sudah dimulai, kau harus fokus dan belum boleh lelah. Percayalah pada-Nya, seperti apapun kacaunya hari ini, itu masih berada dalam sebuah rencana yg baik untukmu : cause u're the actor. Tetaplah bertahan, dan teruslah berjuang untuk kebaikan._Jon Q_
"Oh God, how smart i am do You want?" doa Jon menjelang subuh itu. Ia kembali menguruskan badannya hari itu, sebagai tirakat (washilah, jalan) perjuangan kecilnya itu.
Akhir-akhir ini ia sering merenungkan kisah rasulullah saat renovasi ka'bah, ketika peletakan hajar aswad (batu hitam Ka'bah). Dua suku masing-masing merasa berhak untuk meletakan batu surga itu. Lalu tampilah seorang anak muda, Muhammad ibn Abdullah yg menengahi mereka.
Tapi agaknya Jon terlalu rendah untuk bisa disebandingkan dengan kisah itu, meski fenomena peliknya permasalahan nampak sama.
"Apa pertanyaanmu hari ini, Jon?" tanya gurunya.
"Emm.. Maaf guru, aku khawatir ini tak mudah dipahami," ucap Jon lirih.
Guru Jon terdiam sejenak.
"Paling tidak, kau punya teman yg mau mendengarkan," kata gurunya.
"Bagaimana cara menyusun semua batu dengan benar, meski tak harus selesai di saat itu juga?"
Suasana hening.
Lama.
"Kau ingin menjadi salah satu batu itu, atau yg memasangnya?"
"Maksud guru, seperti bidak catur?"
Sang guru tersenyum.
"Kesempatan bicara, seperti bidak catur yg bergiliran maju," jelasnya. "Setiap bidak (ucapan/pernyataan) ada lawan bidak yg sesuai. Itu yg harus kita tunggu kesempatannya,"
"Apa itu juga berlaku pada suatu permasalahan?"
"Sangat mungkin, iya. Tiap orang punya sisi lemah berpikir. Saat ia mengucapkan itu, kau ambil bidakmu,"
"Jadi, aku bukan salah satu bidak, tapi tangan yg memainkannya?"
"The invisible hand. Pura-pura lemah, sedang kau sebenarnya menjadi tangan-Nya,"
Jon terdiam.
Lama.
"How mad i am to be like that?"
Sudah dimulai, kau harus fokus dan belum boleh lelah. Percayalah pada-Nya, seperti apapun kacaunya hari ini, itu masih berada dalam sebuah rencana yg baik untukmu : cause u're the actor. Tetaplah bertahan, dan teruslah berjuang untuk kebaikan._Jon Q_
"Oh God, how smart i am do You want?" doa Jon menjelang subuh itu. Ia kembali menguruskan badannya hari itu, sebagai tirakat (washilah, jalan) perjuangan kecilnya itu.
Akhir-akhir ini ia sering merenungkan kisah rasulullah saat renovasi ka'bah, ketika peletakan hajar aswad (batu hitam Ka'bah). Dua suku masing-masing merasa berhak untuk meletakan batu surga itu. Lalu tampilah seorang anak muda, Muhammad ibn Abdullah yg menengahi mereka.
Tapi agaknya Jon terlalu rendah untuk bisa disebandingkan dengan kisah itu, meski fenomena peliknya permasalahan nampak sama.
"Apa pertanyaanmu hari ini, Jon?" tanya gurunya.
"Emm.. Maaf guru, aku khawatir ini tak mudah dipahami," ucap Jon lirih.
Guru Jon terdiam sejenak.
"Paling tidak, kau punya teman yg mau mendengarkan," kata gurunya.
"Bagaimana cara menyusun semua batu dengan benar, meski tak harus selesai di saat itu juga?"
Suasana hening.
Lama.
"Kau ingin menjadi salah satu batu itu, atau yg memasangnya?"
"Maksud guru, seperti bidak catur?"
Sang guru tersenyum.
"Kesempatan bicara, seperti bidak catur yg bergiliran maju," jelasnya. "Setiap bidak (ucapan/pernyataan) ada lawan bidak yg sesuai. Itu yg harus kita tunggu kesempatannya,"
"Apa itu juga berlaku pada suatu permasalahan?"
"Sangat mungkin, iya. Tiap orang punya sisi lemah berpikir. Saat ia mengucapkan itu, kau ambil bidakmu,"
"Jadi, aku bukan salah satu bidak, tapi tangan yg memainkannya?"
"The invisible hand. Pura-pura lemah, sedang kau sebenarnya menjadi tangan-Nya,"
Jon terdiam.
Lama.
"How mad i am to be like that?"