15 Februari 2015 pukul 10.51
Kita seringkali siap untuk selalu mencoba, tapi kita tak selalu siap untuk gagal. Itu mengapa kegagalan terasa begitu menyakitkan. Dan kita terlalu lama meratapi itu, sampai tulang-tulang kehidupan kita kaku, lalu sebatas bangkit saja rasanya kita tak mampu._Jon Q_
"Prinsip logika adalah A=A, A tidak mungkin = B, atau kemungkinan ketiga, A mungkin = B, tapi kita tak tahu apa misalnya itu," kata seorang senior, dulu, saat Jon masih semester 4 mahasiswa. Jon yg masih imut-imut itu - dilihat pakai sedotan dari bulan, menyanggah dengan belagu.
"Em, sepertinya saya tak setuju deh, Kak," gaya si Jon yg pura-pura bego, padahal sih dia memang idiot.
"Jika A adalah sebuah benda kecil, dan B adalah benda besar, A sangat mungkin = B," kata Jon.
"Ah, tidak mungkin! Kecil sudah pasti kecil, besar juga begitu. Itu melanggar hukum logika," jawab seniornya.
"Ada kok, semisal kotak tapi bundar, diam tapi bergerak, kecil tapi besar, atau kadang kecil kadang membesar, terang tapi gelap," kata Jon mengetes. Senyumnya menjengkelkan. Pembelajaran hidup, membuatnya mudah menyesatkan siapa saja.
Para seniornya bingung, melongo.
"Tempat tinju namanya Ring, dalam bahasa inggris, Ring artinya cincin, & cincin bentuknya bundar. Bumi, galaksi ini bergerak, tapi terasa diam. Bulan terang, padahal dia gelap karena tak memiliki cahaya. Bintang terlihat kecil, padahal besar," kata Jon tanpa ekspresi. Luka hidup membuatnya pandai menyembunyikan perasaan.
"Lalu, apa yg terkadang kecil, terkadang besar?" tanya seniornya yg lain.
"Setiap laki-laki punya," Jon memancing imajinasi.
Gelak tawa membahana. Tapi, Jon sendiri masih tanpa ekspresi.
"Balon. Sebelum ditiup, ia kecil. Setelah ditiup ia besar,"
Mereka yg tadinya tertawa, menjadi malu. Entah apa yg mereka imajinasikan. Jon memang menyebalkan.
Itu, mungkin prinsip berpikir si Jon. Egregious, think out the box, hidup memaksa ia terbiasa dengan itu.
"Sekarang, bisakah kita memberi simbol/tanda pada angka romawi IX, agar menjadi angka 6?"
Kita seringkali siap untuk selalu mencoba, tapi kita tak selalu siap untuk gagal. Itu mengapa kegagalan terasa begitu menyakitkan. Dan kita terlalu lama meratapi itu, sampai tulang-tulang kehidupan kita kaku, lalu sebatas bangkit saja rasanya kita tak mampu._Jon Q_
"Prinsip logika adalah A=A, A tidak mungkin = B, atau kemungkinan ketiga, A mungkin = B, tapi kita tak tahu apa misalnya itu," kata seorang senior, dulu, saat Jon masih semester 4 mahasiswa. Jon yg masih imut-imut itu - dilihat pakai sedotan dari bulan, menyanggah dengan belagu.
"Em, sepertinya saya tak setuju deh, Kak," gaya si Jon yg pura-pura bego, padahal sih dia memang idiot.
"Jika A adalah sebuah benda kecil, dan B adalah benda besar, A sangat mungkin = B," kata Jon.
"Ah, tidak mungkin! Kecil sudah pasti kecil, besar juga begitu. Itu melanggar hukum logika," jawab seniornya.
"Ada kok, semisal kotak tapi bundar, diam tapi bergerak, kecil tapi besar, atau kadang kecil kadang membesar, terang tapi gelap," kata Jon mengetes. Senyumnya menjengkelkan. Pembelajaran hidup, membuatnya mudah menyesatkan siapa saja.
Para seniornya bingung, melongo.
"Tempat tinju namanya Ring, dalam bahasa inggris, Ring artinya cincin, & cincin bentuknya bundar. Bumi, galaksi ini bergerak, tapi terasa diam. Bulan terang, padahal dia gelap karena tak memiliki cahaya. Bintang terlihat kecil, padahal besar," kata Jon tanpa ekspresi. Luka hidup membuatnya pandai menyembunyikan perasaan.
"Lalu, apa yg terkadang kecil, terkadang besar?" tanya seniornya yg lain.
"Setiap laki-laki punya," Jon memancing imajinasi.
Gelak tawa membahana. Tapi, Jon sendiri masih tanpa ekspresi.
"Balon. Sebelum ditiup, ia kecil. Setelah ditiup ia besar,"
Mereka yg tadinya tertawa, menjadi malu. Entah apa yg mereka imajinasikan. Jon memang menyebalkan.
Itu, mungkin prinsip berpikir si Jon. Egregious, think out the box, hidup memaksa ia terbiasa dengan itu.
"Sekarang, bisakah kita memberi simbol/tanda pada angka romawi IX, agar menjadi angka 6?"