4 Februari 2015 pukul 20.09
Jika aku adalah kegelapan, dan engkau adalah cahaya, mengapa kau tak mau menerangiku? Jika aku adalah cahaya, dan engkau adalah kegelapan, mengapa menolak tercerahkan? Jika kita adalah ruang, maka kegelapan dan cahaya menjadi sebuah kebutuhan._Jon Q_
"Apa yg seharusnya manusia pelajari pertama kali?" tanya Jon pada dirinya sendiri. "Pada siapa aku harus bertanya begitu banyak hal yg membuat jiwaku tertekan ini?"
Jaman dulu, abad kejayaan Islam, ilmu dihargai gratis untuk para anak muda. Jaman ini, ulama begitu banyak, tapi ilmu menjadi mahal. Maka menjadi bodohlah para generasi mudanya. Jika pun ada anak muda yg banyak bertanya, seperti si Jon itu, ia akan terhukumi dengan 2 hal. Dianggap seperti Yahudi, kaum yg terlalu banyak bertanya. Atau, mendapat kemarahan, akibat dari, entah si Jon yg tak pernah kenyang akan ilmu, atau ulama tersebut 'kehabisan ilmu' saat berhadapan dengan Jon.
Terlalu banyak kata 'mengapa' yg ia ucapkan, membuat suasana seperti menggugat agama. Nuansanya seperti Ibrahim ketika menggugat bapaknya sendiri, sebagai pemuka agama para kaum penyembah patung. Sampai ia menghancurkan patung-patung kecil, lalu membiarkan yg besar tetap utuh. Itu simbol, jika pun Tuhan mereka adalah patung, tak mungkin Dia (Tuhan patung) menggandakan diri, apalagi menjadi patung yg lebih kecil. Itu simbol, bahwa Tuhan harus Esa, tunggal. Tapi, memang kegelapan lebih disukai manusia, meskipun manusia sepertinya lebih senang dalam terang. Tak mungkin orang buta diajari warna, orang tuli dipaksa mendengar kebenaran. Matsalul kal a'ma wal 'ashom wal bashiru was sama, hal yastawiyani matsala. Tak sama mereka yg buta-tuli hatinya, dengan mereka yg terus menerus belajar membuka mata dan telinga pada banyak hal. Tak sama mereka yg memilih menutup mata dan telinga dengan mereka yg bertahan dalam pandangan dan pendengaran akan kebenaran, meski dunia memaksa mereka untuk diam.
Jika aku adalah kegelapan, dan engkau adalah cahaya, mengapa kau tak mau menerangiku? Jika aku adalah cahaya, dan engkau adalah kegelapan, mengapa menolak tercerahkan? Jika kita adalah ruang, maka kegelapan dan cahaya menjadi sebuah kebutuhan._Jon Q_
"Apa yg seharusnya manusia pelajari pertama kali?" tanya Jon pada dirinya sendiri. "Pada siapa aku harus bertanya begitu banyak hal yg membuat jiwaku tertekan ini?"
Jaman dulu, abad kejayaan Islam, ilmu dihargai gratis untuk para anak muda. Jaman ini, ulama begitu banyak, tapi ilmu menjadi mahal. Maka menjadi bodohlah para generasi mudanya. Jika pun ada anak muda yg banyak bertanya, seperti si Jon itu, ia akan terhukumi dengan 2 hal. Dianggap seperti Yahudi, kaum yg terlalu banyak bertanya. Atau, mendapat kemarahan, akibat dari, entah si Jon yg tak pernah kenyang akan ilmu, atau ulama tersebut 'kehabisan ilmu' saat berhadapan dengan Jon.
Terlalu banyak kata 'mengapa' yg ia ucapkan, membuat suasana seperti menggugat agama. Nuansanya seperti Ibrahim ketika menggugat bapaknya sendiri, sebagai pemuka agama para kaum penyembah patung. Sampai ia menghancurkan patung-patung kecil, lalu membiarkan yg besar tetap utuh. Itu simbol, jika pun Tuhan mereka adalah patung, tak mungkin Dia (Tuhan patung) menggandakan diri, apalagi menjadi patung yg lebih kecil. Itu simbol, bahwa Tuhan harus Esa, tunggal. Tapi, memang kegelapan lebih disukai manusia, meskipun manusia sepertinya lebih senang dalam terang. Tak mungkin orang buta diajari warna, orang tuli dipaksa mendengar kebenaran. Matsalul kal a'ma wal 'ashom wal bashiru was sama, hal yastawiyani matsala. Tak sama mereka yg buta-tuli hatinya, dengan mereka yg terus menerus belajar membuka mata dan telinga pada banyak hal. Tak sama mereka yg memilih menutup mata dan telinga dengan mereka yg bertahan dalam pandangan dan pendengaran akan kebenaran, meski dunia memaksa mereka untuk diam.