5 Februari 2015 pukul 23.07
Ingat nyanyian tentang kereta saat kita kecil? Kita tak bisa berjalan sendiri, pada awalnya. Tiap orang harus membuat 'keretanya' masing-masing, suatu saat. Membawa orang-orang yg ia cintai ke suatu tempat, seperti Nuh, menciptakan dunia kembali bersama-sama._Jon Q_
"Aku semakin jauh saja dari Tuhan," kata seorang sahabat. "Aku menjadikan dunia ini hanya sebagai tempat senang-senang,"
Kebohongan seakan telah menjadi semacam 'hak milik'. Kita tak senang, ketika itu dimiliki orang lain. Tapi sangat senang, bahkan seringkali lupa kita menggunakannya tanpa bisa dihitung.
Dunia ini memang untuk bersenang-senang. Tapi, ada yg melebihi kesenangan di dunia ini. Kita lebih senang dengan yg datang cepat-cepat, dan kebohongan, menjadi pakaian kita. Menginginkan kebahagiaan 'di sana', tapi cukup puas dan berhenti melangkah saat kesenangan dunia ini memeluk kita.
Sejarah seperti kereta waktu. Selalu ada yg tertinggal, tak turut di belakang sana. Yg manusia pelajari dari sejarah, bahwa manusia tak pernah belajar apa-apa darinya. Kita lahir, tumbuh, senang-senang, lalu hidup seenaknya sendiri sampai kita lupa apa beda manusia dengan binatang, dan kereta waktu pun melewati kita begitu saja, kita menua, lalu menunggu ajal tanpa mewariskan sesuatu yg berharga untuk masa depan.
"Ayo, naik keretaku," kata seseorang di masa itu.
"Tidak, kau aneh. Keretamu membuatku pusing, susah, lebih enak disini, senang-senang selagi mampu," kata yg diajak.
Lalu kereta pun meluncur. Waktu melalaikannya dengan kesenangan yg remeh, rendah. Satu saat teman pengajak itu melihat sahabatnya dari ketinggian, mereka nampak meratap, menyesali mengapa dulu aku menolak. Mengapa dulu aku tak naik 'keretanya'? Dalam kebutaan, kepalsuan nampak sama nyata dengan kebenaran. Tapi, waktu tak seperti manusia yg menyukai kebohongan. Ia jujur, siapa yg meremehkannya, akan tertinggal sebagai si renta tanpa apa-apa.
Ingat nyanyian tentang kereta saat kita kecil? Kita tak bisa berjalan sendiri, pada awalnya. Tiap orang harus membuat 'keretanya' masing-masing, suatu saat. Membawa orang-orang yg ia cintai ke suatu tempat, seperti Nuh, menciptakan dunia kembali bersama-sama._Jon Q_
"Aku semakin jauh saja dari Tuhan," kata seorang sahabat. "Aku menjadikan dunia ini hanya sebagai tempat senang-senang,"
Kebohongan seakan telah menjadi semacam 'hak milik'. Kita tak senang, ketika itu dimiliki orang lain. Tapi sangat senang, bahkan seringkali lupa kita menggunakannya tanpa bisa dihitung.
Dunia ini memang untuk bersenang-senang. Tapi, ada yg melebihi kesenangan di dunia ini. Kita lebih senang dengan yg datang cepat-cepat, dan kebohongan, menjadi pakaian kita. Menginginkan kebahagiaan 'di sana', tapi cukup puas dan berhenti melangkah saat kesenangan dunia ini memeluk kita.
Sejarah seperti kereta waktu. Selalu ada yg tertinggal, tak turut di belakang sana. Yg manusia pelajari dari sejarah, bahwa manusia tak pernah belajar apa-apa darinya. Kita lahir, tumbuh, senang-senang, lalu hidup seenaknya sendiri sampai kita lupa apa beda manusia dengan binatang, dan kereta waktu pun melewati kita begitu saja, kita menua, lalu menunggu ajal tanpa mewariskan sesuatu yg berharga untuk masa depan.
"Ayo, naik keretaku," kata seseorang di masa itu.
"Tidak, kau aneh. Keretamu membuatku pusing, susah, lebih enak disini, senang-senang selagi mampu," kata yg diajak.
Lalu kereta pun meluncur. Waktu melalaikannya dengan kesenangan yg remeh, rendah. Satu saat teman pengajak itu melihat sahabatnya dari ketinggian, mereka nampak meratap, menyesali mengapa dulu aku menolak. Mengapa dulu aku tak naik 'keretanya'? Dalam kebutaan, kepalsuan nampak sama nyata dengan kebenaran. Tapi, waktu tak seperti manusia yg menyukai kebohongan. Ia jujur, siapa yg meremehkannya, akan tertinggal sebagai si renta tanpa apa-apa.