22 Januari 2015 pukul 17.48
"Lebih dari uang, cinta, keyakinan, ketenaran, bahkan keadilan... Berikan aku (sebuah) kebenaran" Thoreau
Ada nasehat tua yg berkata : Jika kau merasa bodoh di hadapanku, maka aku pun sama. Karena kita berdua bodoh, kita tak akan saling mengajari. Tapi kita akan saling belajar bersama. Pintar dan bodoh - seperti banyak perbedaan lainnya - terkadang hanya tentang sudut pandang. Tak ada manusia yg pintar sepenuhnya, seperti ketiadaan manusia yg bodoh secara mutlak.
Banyak orang yg belum begitu mengenalku, merasa sangat bodoh saat mendengar apa yg aku jelaskan. Aku minta maaf untuk itu. Tapi aku gunakan prinsip di atas selalu, dari aku remaja. Sampai saat ini, aku tak memiliki banyak teman dekat secara intelektual, karena aku orang yg tak menoleransi pembodohan diri. Tercerahkan memang berat, tapi menjadi bodoh seringkali bukan pilihan yg tepat. Banyak yg bertanya untuk apa memiliki banyak pengetahuan, toh hidup kita di sini, di tempat yg tak membutuhkan pemikiran besar. Paling tidak, hidup ini sebuah kesempatan. Untuk menikmati waktu, menjelajahi pemikiran, mencari jawab apa saja 'yg disembunyikan kehidupan dari terang'.
Tiap orang membutuhkan semacam jeda dalam kehidupannya. Entah itu berupa kesalahan, atau koreksi diri yg membuatnya semakin paham. Saat jeda itu datang, ia akan sejenak mengasingkan diri. Mengoreksi pengetahuannya, menengok kembali ke masa lalu, apa saja yg telah berubah, berbeda, dari ia di masa lalu dan saat ini. Agar pemahamannya tertuntun, dunia dengan segala kecantikan di dalamnya tak membuat ia tersesat.
"Jangan pelit untuk membagi pengetahuan. Bukankah kau ingin semua orang tetap belajar?" kata seseorang.
"Ehm, apa yg mesti aku bagi?" jawabku. "Kalau pun punya, aku hanya memiliki 2 macam pengetahuan.
Pertama, pengetahuan yg belum tentu itu benar. Kedua, pengetahuan yg salah, tapi tak diketahui orang lain bahwa itu salah."
"Lebih dari uang, cinta, keyakinan, ketenaran, bahkan keadilan... Berikan aku (sebuah) kebenaran" Thoreau
Ada nasehat tua yg berkata : Jika kau merasa bodoh di hadapanku, maka aku pun sama. Karena kita berdua bodoh, kita tak akan saling mengajari. Tapi kita akan saling belajar bersama. Pintar dan bodoh - seperti banyak perbedaan lainnya - terkadang hanya tentang sudut pandang. Tak ada manusia yg pintar sepenuhnya, seperti ketiadaan manusia yg bodoh secara mutlak.
Banyak orang yg belum begitu mengenalku, merasa sangat bodoh saat mendengar apa yg aku jelaskan. Aku minta maaf untuk itu. Tapi aku gunakan prinsip di atas selalu, dari aku remaja. Sampai saat ini, aku tak memiliki banyak teman dekat secara intelektual, karena aku orang yg tak menoleransi pembodohan diri. Tercerahkan memang berat, tapi menjadi bodoh seringkali bukan pilihan yg tepat. Banyak yg bertanya untuk apa memiliki banyak pengetahuan, toh hidup kita di sini, di tempat yg tak membutuhkan pemikiran besar. Paling tidak, hidup ini sebuah kesempatan. Untuk menikmati waktu, menjelajahi pemikiran, mencari jawab apa saja 'yg disembunyikan kehidupan dari terang'.
Tiap orang membutuhkan semacam jeda dalam kehidupannya. Entah itu berupa kesalahan, atau koreksi diri yg membuatnya semakin paham. Saat jeda itu datang, ia akan sejenak mengasingkan diri. Mengoreksi pengetahuannya, menengok kembali ke masa lalu, apa saja yg telah berubah, berbeda, dari ia di masa lalu dan saat ini. Agar pemahamannya tertuntun, dunia dengan segala kecantikan di dalamnya tak membuat ia tersesat.
"Jangan pelit untuk membagi pengetahuan. Bukankah kau ingin semua orang tetap belajar?" kata seseorang.
"Ehm, apa yg mesti aku bagi?" jawabku. "Kalau pun punya, aku hanya memiliki 2 macam pengetahuan.
Pertama, pengetahuan yg belum tentu itu benar. Kedua, pengetahuan yg salah, tapi tak diketahui orang lain bahwa itu salah."