12 Februari 2015 pukul 19.32
Itu, kata-kata Yesus.
Si Jon telat mengunjungi sahabatnya yg menikah hari itu. Malam sebelumnya, ia ditunggu mereka - teman genk saat SMA, tapi karena Jon saat ini bukan Jon yg sebebas dulu (saat SMA), ia tak hadir. Mereka melewatkan foto bersama melepas masa lajang. Tiga dari empat teman Jon yg itu, kini telah berkeluarga. Sedang ia, masih berjibaku dengan kepentingan orang lain.
"Tadi malam ditunggu nggak datang-datang, kampret lu," kata temannya siang itu.
"Sori brew, beneran deh, itu malam benar-benar repot. Gua udah siapin handikem (handycam) buat video kita, terpaksa deh baru bisa kesini," alibi si Jon.
"Ini dari mana lu, masih pakai seragam gini?"
"Lah iya, ini juga belum dhuhur - jam 2. Baru banget rapat di ruangan kepala kementerian agama, langsung kesini,"
"Rapat apalagi tuh?"
"Biasa, gaji guru, bantuan siswa kurang mampu, dll," Jon menyalakan Dunhillnya.
"Maaf nih, gua belum bisa bayar hutang ke elu," kata teman Jon. Dia pinjam buat tambahan biaya pernikahan.
"Halah, gua juga nggak nagih kali," canda Jon. "Kemarin, sekolah sama rumah kakak mau disegel bank. Masalah hutang, toh gua nggak kesini, kan?"
"Lha sekolah kok disegel? Bukannya itu nggak bisa?"
"Bisa, karena itu sekolah ada di tanah pribadi, yg sertifikatnya 'nginep' di bank itu," Jon menghembuskan asap rokoknya. Seakan nikmat sekali.
"Tapi, lu kok kayak biasa aja? Bukannya itu udah parah? Lu kan nggak punya pemasukan sama sekali,"
"Khekhe," Jon terkekeh. "Selalu ada nikmatnya hidup ini,"
"Nikmat apaan, udah dikejar hutang gitu sih udah kronis kali?"
"Tadi rapat di ruang kepala Kemenag, ditutup makan siang bareng. Gila, beruntung benar gua, puluhan ribu anak muda seumuran gua di kota ini, gua yg dapat kesempatan itu," ucap Jon, seakan tak dengar tanggapan temannya itu. "Paling nggak, saat ini gua masih bisa duduk sambil menikmati rokok dan musik dangdut lu. Ini lebih dari cukup buat hari ini,"
Seandainya mampu, akan ungkapkan pada temannya itu sebuah 'kebenaran'.
Bersambung,
Itu, kata-kata Yesus.
Si Jon telat mengunjungi sahabatnya yg menikah hari itu. Malam sebelumnya, ia ditunggu mereka - teman genk saat SMA, tapi karena Jon saat ini bukan Jon yg sebebas dulu (saat SMA), ia tak hadir. Mereka melewatkan foto bersama melepas masa lajang. Tiga dari empat teman Jon yg itu, kini telah berkeluarga. Sedang ia, masih berjibaku dengan kepentingan orang lain.
"Tadi malam ditunggu nggak datang-datang, kampret lu," kata temannya siang itu.
"Sori brew, beneran deh, itu malam benar-benar repot. Gua udah siapin handikem (handycam) buat video kita, terpaksa deh baru bisa kesini," alibi si Jon.
"Ini dari mana lu, masih pakai seragam gini?"
"Lah iya, ini juga belum dhuhur - jam 2. Baru banget rapat di ruangan kepala kementerian agama, langsung kesini,"
"Rapat apalagi tuh?"
"Biasa, gaji guru, bantuan siswa kurang mampu, dll," Jon menyalakan Dunhillnya.
"Maaf nih, gua belum bisa bayar hutang ke elu," kata teman Jon. Dia pinjam buat tambahan biaya pernikahan.
"Halah, gua juga nggak nagih kali," canda Jon. "Kemarin, sekolah sama rumah kakak mau disegel bank. Masalah hutang, toh gua nggak kesini, kan?"
"Lha sekolah kok disegel? Bukannya itu nggak bisa?"
"Bisa, karena itu sekolah ada di tanah pribadi, yg sertifikatnya 'nginep' di bank itu," Jon menghembuskan asap rokoknya. Seakan nikmat sekali.
"Tapi, lu kok kayak biasa aja? Bukannya itu udah parah? Lu kan nggak punya pemasukan sama sekali,"
"Khekhe," Jon terkekeh. "Selalu ada nikmatnya hidup ini,"
"Nikmat apaan, udah dikejar hutang gitu sih udah kronis kali?"
"Tadi rapat di ruang kepala Kemenag, ditutup makan siang bareng. Gila, beruntung benar gua, puluhan ribu anak muda seumuran gua di kota ini, gua yg dapat kesempatan itu," ucap Jon, seakan tak dengar tanggapan temannya itu. "Paling nggak, saat ini gua masih bisa duduk sambil menikmati rokok dan musik dangdut lu. Ini lebih dari cukup buat hari ini,"
Seandainya mampu, akan ungkapkan pada temannya itu sebuah 'kebenaran'.
Bersambung,