Belajar menjadi diri yg bodoh

Java Tivi
0
4 Februari 2015 pukul 14.06

Dengan ilmu, manusia bukan menuju apa yg diinginkannya. Melainkan, ilmu menjadikan manusia menuju apa yg Tuhan inginkan. Tapi, bagaimana kita tahu keinginan-Nya?_Jon Q_

Bagaimana menjelaskan rasa asin pada mereka yg tak merasakannya?

Demikianlah hidup yg menjadi proses pembelajaran abadi. Ketika seseorang mengatakan kita bodoh, seharusnya tidak menjadikan kita marah. Melainkan semakin giat untuk belajar lebih dalam. Orang menyebut kita buruk, egois, berandalan, mengapa kita harus marah? Bukankah itu seperti peringatan untuk kita agar semakin mengenal, mempelajari diri kita lebih dalam? Orang menyebut kita jelek, pesek, hitam, miskin, atau semua predikat jasadiyah yg pada akhirnya akan kita tinggalkan, mengapa kita marah jika mereka mengungkapkan kejujuran, bahwa kita memang begitu? Atau jangan-jangan, karena kita telah menolak kejujuran, sampai menjadikan kita, masyarakat, bangsa, lebih mencintai kepalsuan, kebohongan?

Tak masalah kita disebut belagu, sok tahu, merasa hebat, kamatsalil khimari yahmilu asfaro, seperti keledai yg membawa banyak buku, selama kita hanya menyampaikan tanpa tendensi memaksa siapapun. Pada akhirnya, seseorang diberikan izin untuk menyampaikan sedikit ilmu-Nya, sebagai bukti ia menjadi kepanjangan tangan-Nya. Bukan karena tangan-Nya yg terlalu pendek, tapi karena tangan-Nya yg tak tampak, tak terlihat oleh keimanan kita yg begitu lemah - sedang kita merasa telah sangat beriman.

Untuk orang seperti itu, belajar bukan agar pintar, lalu menunjukan kepintarannya sesuai keinginan dirinya sendiri. Melainkan mengukur kebodohan diri, tak bergerak ketika ingin, bergerak ketika diinginkan-Nya meski itu menyakitkan.
Tags

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)