Hidup enak itu... (II)

Java Tivi
0
2 Januari 2015 pukul 14.32

"Maksudnya, berbeda dengan dopamin - zat yg bikin orang semangat bekerja, beta endorfin yg terproduksi di luar batas tak ada efek negatifnya. Misal, ada orang berkelahi, berdarah-darah, tapi seperti tak merasa kesakitan. Anak-anak bermain di bawah hujan, pemain sepak bola yg terluka, mereka tak merasa sakit, karena mereka merasa senang," jelas Jon.

"Tapi, bagaimana agar otak kita terus mengeluarkan itu?" tanyaku.

"Ya itu tadi, syukur. Atau, menyenangi sesuatu, bernyanyi, berdzikir, misal. Kau pernah dengar sahabat Ali bin Abi Thalib yg terkena anak panah di dadanya, lalu meminta dicabut saat ia sholat?"

"Oh! Itu juga efek dari beta itu ya?" jawabku, agak paham.

"Betul. Di beberapa riwayat, yg ia sukai adalah sholat, maka wajar ia tak merasa apa-apa saat panah itu dicabut - ia sedang kena 'dopping'," jelas Jon lagi. "Kau pernah dengar kisah jaman kerajaan tentang penyembuhan diri/tenaga setelah bertarung, atau bahkan jurus yg dikatakan orang sebagai ilmu hitam, rawarontek?"

"Oh, dalam film-film kolosal nusantara itu ya?"

"Iya. Itu juga dari efek dopping zat beta endorfin. Makin banyak terproduksi, makin 'tak sadar diri' : bius,"

"Kalau diri manusia bisa menyembuhkan sendiri, untuk apa obat-obatan ada?" tanyaku.

"Obat dibuat agar kita sakit. Rumah sakit dibangun untuk merawat orang sakit, akibat - selain gaya hidup yg buruk - konsumsi obat-obatan kimia yg melebihi batas,"

"Oalah, masa' iya? Kalau begitu, obat kimia tak dibutuhkan?" tanyaku sewot.

"Dibutuhkan, saat darurat," jawab Jon kalem. Si Jon belagu pisan. Padahal, sedikit saja encoknya datang, tak sabar dia minum obar kimia dari warung terdekat. Sableng.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)