1 Januari 2015 pukul 17.59
Mengapa kau memaksa orang buta untuk membedakan besi dan emas? Dunia dan seisinya tak akan pernah mampu memenuhi hatimu. Tapi kesombongan, kemarahan - sisi negatif semacamnya, ya, hatimu akan terasa sesak olehnya._Jon Q_
"Tadi malam aku lost control, Jon," ucapku pada Jon. Kami melakukan refleksi hasil kumpul keluarga semalam. "Kalau biasanya kakak yg lost control, tadi malam giliranku. Bahkan, aku mengatakannya berpikiran picik - sempit, saat dia mengungkit-ungkit masa lalu yg remeh. Jujur memang menyakitkan,"
Jon tersenyum. Tangannya merangkul pundakku.
"Apakah (persoalan) itu mengganggumu? Kenapa?" tanyanya. "Bukankah, terkadang yg kita butuhkan adalah kesalahan? Agar kita belajar lebih tabah, dan tak berhenti memperbaiki diri?"
"Secara pribadi tentu tidak. Tapi ini kaitannya dengan hajat hidup banyak orang : pendidikan," aku menjelaskan. "Beliau bilang 'untuk apa diskusi kalau tak ada solusi?!' itu mengapa aku katakan 'picik'. Diskusi kita gunakan sebagai jembatan pemahaman, tak harus selalu menemukan jawaban, tapi sebaiknya mencerahkan - memperluas cara pandang/pemahaman,"
"Lalu, apa yg akan kau lakukan?" tanya Jon.
"Mungkin akan aku jelaskan prinsip egaliter yg jadi sistem menejemen modern di tengah keluargaku nanti. Aku tak setuju hierarkis (tingkatan), sistem kasta. Bawahan harus hormat pada atasan, harus patuh. Sudah jelas aku tak bisa diajak kerja sama dengan cara kolot (hierarkis), apalagi diperintah,"
Jon menatapku lekat. Mungkin ia melihat sebuah kesalahan yg tak ku sadari.
"Lalu, pemimpin menurutmu harus apa jika tak memerintah?" tanya Jon lagi.
"Mengingatkan. Bahkan tugas nabi pun 'hanya' mengingatkan. Lalu dialog, agar ada kesepemahaman, menumbuhkan kesadaran,"
"Pantas kau disebut lamban," kata Jon.
"Alat ukurnya apa aku disebut lamban?" tanyaku.
"Ya itu tadi, kau menerapkan sistem kehidupan yg benar dan mengakar. Tentu, orang awam akan menganggapmu lamban. Tapi seperti pohon berakar besar dan dalam, jika kau berhasil, itu akan menjadi perubahan besar dan kuat,"
Mengapa kau memaksa orang buta untuk membedakan besi dan emas? Dunia dan seisinya tak akan pernah mampu memenuhi hatimu. Tapi kesombongan, kemarahan - sisi negatif semacamnya, ya, hatimu akan terasa sesak olehnya._Jon Q_
"Tadi malam aku lost control, Jon," ucapku pada Jon. Kami melakukan refleksi hasil kumpul keluarga semalam. "Kalau biasanya kakak yg lost control, tadi malam giliranku. Bahkan, aku mengatakannya berpikiran picik - sempit, saat dia mengungkit-ungkit masa lalu yg remeh. Jujur memang menyakitkan,"
Jon tersenyum. Tangannya merangkul pundakku.
"Apakah (persoalan) itu mengganggumu? Kenapa?" tanyanya. "Bukankah, terkadang yg kita butuhkan adalah kesalahan? Agar kita belajar lebih tabah, dan tak berhenti memperbaiki diri?"
"Secara pribadi tentu tidak. Tapi ini kaitannya dengan hajat hidup banyak orang : pendidikan," aku menjelaskan. "Beliau bilang 'untuk apa diskusi kalau tak ada solusi?!' itu mengapa aku katakan 'picik'. Diskusi kita gunakan sebagai jembatan pemahaman, tak harus selalu menemukan jawaban, tapi sebaiknya mencerahkan - memperluas cara pandang/pemahaman,"
"Lalu, apa yg akan kau lakukan?" tanya Jon.
"Mungkin akan aku jelaskan prinsip egaliter yg jadi sistem menejemen modern di tengah keluargaku nanti. Aku tak setuju hierarkis (tingkatan), sistem kasta. Bawahan harus hormat pada atasan, harus patuh. Sudah jelas aku tak bisa diajak kerja sama dengan cara kolot (hierarkis), apalagi diperintah,"
Jon menatapku lekat. Mungkin ia melihat sebuah kesalahan yg tak ku sadari.
"Lalu, pemimpin menurutmu harus apa jika tak memerintah?" tanya Jon lagi.
"Mengingatkan. Bahkan tugas nabi pun 'hanya' mengingatkan. Lalu dialog, agar ada kesepemahaman, menumbuhkan kesadaran,"
"Pantas kau disebut lamban," kata Jon.
"Alat ukurnya apa aku disebut lamban?" tanyaku.
"Ya itu tadi, kau menerapkan sistem kehidupan yg benar dan mengakar. Tentu, orang awam akan menganggapmu lamban. Tapi seperti pohon berakar besar dan dalam, jika kau berhasil, itu akan menjadi perubahan besar dan kuat,"