Cara sang kakak mendidik si Jon
Tidak ada yang lebih menyakitkan mungkin, daripada menerima kenyataan di akhir nanti, bahwa apa yang kita imani itu salah. Bahwa apa yang kita imani, yang kita lakukan, pencarian Tuhan dan perbaikan dunia (meski dalam lingkup kecil), itu ternyata salah. Tidak menduakan Tuhan, tidak berzina, judi, mabuk, menjaga diri dari maksiat hati, terus menerus mencari ilmu, menjual jiwa raga dan harta untuk ummat, lalu di akhir nanti ternyata diputuskan Tuhan kita telah tersesat, kita salah jalan.
Maka dari awal, saat di dunia ini, hati kita harus lepas, harus ikhlas, bahwa di akhir nanti, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Apa efeknya? Setidaknya, kita nggak kaget-kaget amat ketika Tuhan memutuskan itu. Dengan hati tenang kita bisa menggumam, "Emm.. Oke. Kami sudah siap kok masuk neraka,"
Begitulah cara sang kakak mendidik si Jon. Terus menerus menganggapnya salah jalan, sesat, sombong, semaunya sendiri, tapi ketika si Jon pamit meminta izin untuk hijrah dan hidup bersama istrinya di kota seberang sana, mereka menolak. Ibarat anjing yang disuruh menjaga kebun, tapi dibiarkan terikat lehernya. Tak bisa mencari makan sendiri, tak bisa mengejar pencuri, tak bisa memburu buruan. Layak sekali untuk seekor anjing yang mati pun tidak ada yang menangisinya.
Tapi bukan si Jon kalau dia tak bisa menikmati hidup yang seperti itu. Dia menikmati dunia dengan cara yang aneh. Tetap menggenggam kebahagiaan dengan cara yang aneh, mungkin sedikit misterius. Ia memiliki banyak formula hidup, salah satunya bernama 'konstanta keseimbangan'. Bahwa Tuhan menciptakan semesta ini dalam keseimbangan, kualitas ataupun kuantitas. Meski tentu saja, keseimbangan ini tak selalu mampu manusia capai. Manusia memang selalu terbatas.
Misalnya begini. Kita bekerja dengan 10 orang, anda adalah satu-satunya orang yang menanggung beban tugas banyak orang itu, membersihkan fitnah dari luar, memperbaiki dari dalam, dan sebagainya. Sedangkan 8 orang lainnya, misalnya adalah orang yang menyebalkan, dan satu orang lagi memilih netral. Lalu dimana letak keseimbangannya? Bahwa mental kekuatan anda, itu sama besar (atau bahkan lebih besar) dengan kebodohan, rasa acuh, negatifitas diri 8 orang tersebut. Anda, mengapa ditempatkan disana, karena menyeimbangkan kondisi itu. Atau, mengapa yang didatangkan adalah 9 orang itu, adalah karena keseimbangan tadi. Bagaimana jika yang satu ini mengubah yang 9? Maka lingkup keseimbangannya diperluas. Dari tempat kerja, ke masyarakat, ke negara, lalu dunia. Dan ketika keseimbangan itu dilanggar, maka bencana akan datang. Ini sederhana.
Maka apa saja yang dilakukan kakaknya si Jon, dari jauh hari ia sudah memiliki kesadaran ini. Diberikan beban overload, diprasangkai buruk, sesat, salah pikir, jika ada kebaikan kakaknya otomatis mengklaim diri, ketika ada keburukan ditujukan padanya - si Jon trouble maker, pamer ibadah, sholatku sekian ratus rokaat, dzikirku ribuan biji tasbih, menganggap dirinya ala shirotol mustaqim, telah sampai pada jalan kebenaran, lalu apa saja yang dilakukan adiknya itu adalah kekeliruan. Lalu dengan semua siksaan itu, ketika ia meminta melepas tanggungjawab leluhurnya itu, semua keluarga menolak. Lebih parah dari anjing penjaga kebun yang terikat lehernya tak mampu mengejar tak bisa memburu pencuri, ia juga harus tetap tenang ketika hewan-hewan lain melukainya, mempermainkannya, karena ia terikat tak mampu apa-apa. Dan dengan kondisi seperti itu ia harus tetap tenang, tetap bahagia. Itu mengapa disebut itu kebahagiaan yang aneh, menikmati hidup dengan cara yang aneh.
Sabtu, 21 September 2019
Esai semacam : Kebencian
Tidak ada yang lebih menyakitkan mungkin, daripada menerima kenyataan di akhir nanti, bahwa apa yang kita imani itu salah. Bahwa apa yang kita imani, yang kita lakukan, pencarian Tuhan dan perbaikan dunia (meski dalam lingkup kecil), itu ternyata salah. Tidak menduakan Tuhan, tidak berzina, judi, mabuk, menjaga diri dari maksiat hati, terus menerus mencari ilmu, menjual jiwa raga dan harta untuk ummat, lalu di akhir nanti ternyata diputuskan Tuhan kita telah tersesat, kita salah jalan.
Maka dari awal, saat di dunia ini, hati kita harus lepas, harus ikhlas, bahwa di akhir nanti, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Apa efeknya? Setidaknya, kita nggak kaget-kaget amat ketika Tuhan memutuskan itu. Dengan hati tenang kita bisa menggumam, "Emm.. Oke. Kami sudah siap kok masuk neraka,"
Begitulah cara sang kakak mendidik si Jon. Terus menerus menganggapnya salah jalan, sesat, sombong, semaunya sendiri, tapi ketika si Jon pamit meminta izin untuk hijrah dan hidup bersama istrinya di kota seberang sana, mereka menolak. Ibarat anjing yang disuruh menjaga kebun, tapi dibiarkan terikat lehernya. Tak bisa mencari makan sendiri, tak bisa mengejar pencuri, tak bisa memburu buruan. Layak sekali untuk seekor anjing yang mati pun tidak ada yang menangisinya.
Tapi bukan si Jon kalau dia tak bisa menikmati hidup yang seperti itu. Dia menikmati dunia dengan cara yang aneh. Tetap menggenggam kebahagiaan dengan cara yang aneh, mungkin sedikit misterius. Ia memiliki banyak formula hidup, salah satunya bernama 'konstanta keseimbangan'. Bahwa Tuhan menciptakan semesta ini dalam keseimbangan, kualitas ataupun kuantitas. Meski tentu saja, keseimbangan ini tak selalu mampu manusia capai. Manusia memang selalu terbatas.
Misalnya begini. Kita bekerja dengan 10 orang, anda adalah satu-satunya orang yang menanggung beban tugas banyak orang itu, membersihkan fitnah dari luar, memperbaiki dari dalam, dan sebagainya. Sedangkan 8 orang lainnya, misalnya adalah orang yang menyebalkan, dan satu orang lagi memilih netral. Lalu dimana letak keseimbangannya? Bahwa mental kekuatan anda, itu sama besar (atau bahkan lebih besar) dengan kebodohan, rasa acuh, negatifitas diri 8 orang tersebut. Anda, mengapa ditempatkan disana, karena menyeimbangkan kondisi itu. Atau, mengapa yang didatangkan adalah 9 orang itu, adalah karena keseimbangan tadi. Bagaimana jika yang satu ini mengubah yang 9? Maka lingkup keseimbangannya diperluas. Dari tempat kerja, ke masyarakat, ke negara, lalu dunia. Dan ketika keseimbangan itu dilanggar, maka bencana akan datang. Ini sederhana.
Maka apa saja yang dilakukan kakaknya si Jon, dari jauh hari ia sudah memiliki kesadaran ini. Diberikan beban overload, diprasangkai buruk, sesat, salah pikir, jika ada kebaikan kakaknya otomatis mengklaim diri, ketika ada keburukan ditujukan padanya - si Jon trouble maker, pamer ibadah, sholatku sekian ratus rokaat, dzikirku ribuan biji tasbih, menganggap dirinya ala shirotol mustaqim, telah sampai pada jalan kebenaran, lalu apa saja yang dilakukan adiknya itu adalah kekeliruan. Lalu dengan semua siksaan itu, ketika ia meminta melepas tanggungjawab leluhurnya itu, semua keluarga menolak. Lebih parah dari anjing penjaga kebun yang terikat lehernya tak mampu mengejar tak bisa memburu pencuri, ia juga harus tetap tenang ketika hewan-hewan lain melukainya, mempermainkannya, karena ia terikat tak mampu apa-apa. Dan dengan kondisi seperti itu ia harus tetap tenang, tetap bahagia. Itu mengapa disebut itu kebahagiaan yang aneh, menikmati hidup dengan cara yang aneh.
Sabtu, 21 September 2019
Esai semacam : Kebencian