H-1 Yarji'u ilaa ghariiba
Qodo itu ketetapan azali (primordial), sedangkan konstanta keseimbangan alam adalah ketetapan semesta : sunnatullah. Ini mungkin rahasia dasar ketika manusia-manusia jaman dulu yang tak begitu menggebu mengejar dunia, justru mendapatkannya. Seseorang tak akan mampu mencapai - katakanlah - impiannya (yang sudah tertulis di lauh al mahfudz/lembaran yang terjaga) tanpa sampai lebih dulu di wilayah konstanta keseimbangan. Maka ketika Dia berdialog dengan ruh-Nya sendiri yang mengawali semesta ini (nur muhammad), wa samaa'a rofa'aha wawadlo-al mizan. Dia meninggikan langit, menyempurnakan penciptaan dengan keseimbangan. Siapa yang ingin mencapai sesuatu, capailah keseimbangan (diri) lebih dulu. Lalu berdoalah ihdinash shirothol mustaqim, agar Tuhan menunjukan jalan lurus ke impian tersebut yang memang sudah tertulis di lauh al mahfudz sana. Tapi, mengapa rasulullah tak mau dunia, jika beliau memahami itu? Fujuuroha wa taqwaha, tak mungkin mereka yang telah sampai pada keseimbangan konstan memilih jalan buntu, gundukan sampah, jalan yang tak pernah ada daripada jalan kebenaran.
Kemudian setelah keseimbangan konstan itu tercipta, Dia menambah firman-Nya, alla tathghow fil mizan, jangan pernah manusia merusak keseimbangan yang sudah dengan sangat indah Tuhan ciptakan, juga jangan merusak kesimbangan dirimu ketika Dia telah menurunkannya dalam hatimu. Wa aqimul wazna bil qisthi wa la tukhshirul mizan. Selalu tegaklah bersama keseimbangan itu, hiduplah dengan keseimbangan konstan itu, dan jangan pernah dengan lingkaran pikiranmu yang dangkal itu kau merusaknya.
Hanya di dalam lingkaran pikiranmu, setan mampu mempermainkanmu. Di wilayah luar itu, ketika mereka hendak mengganggu, maka meluncurlah panah api yang memusnahkan mereka fa-atba'ahu syihabum mubin. Ketika kau dibukakan salah satu pintu (jalan) langit karena keseimbangan konstan itu, tapi tanpa keimanan, fatahna 'alaihim babbam minas sama-i, maka bal nahnu qoumum mas-huurun. Kebijaksanaan yang diturunkan, diberikan pada mereka yang belum layak hanya akan menjadikan mereka semakin bodoh. Kau harus pahami, mana wilayah kemutlakan, dan mana wilayah kemungkinan. Mantiqur ruh, hanya untuk mereka yang telah sampai pada wilayah kemutlakan. Jangan libatkan lingkar pikiranmu, selain itu tak sopan, seperti perdana menteri yang mengintip sang raja di kamarnya (analogi imam al ghazali), juga tak akan mampu ia. Bersambung...
Senin, 9 September 2019
Qodo itu ketetapan azali (primordial), sedangkan konstanta keseimbangan alam adalah ketetapan semesta : sunnatullah. Ini mungkin rahasia dasar ketika manusia-manusia jaman dulu yang tak begitu menggebu mengejar dunia, justru mendapatkannya. Seseorang tak akan mampu mencapai - katakanlah - impiannya (yang sudah tertulis di lauh al mahfudz/lembaran yang terjaga) tanpa sampai lebih dulu di wilayah konstanta keseimbangan. Maka ketika Dia berdialog dengan ruh-Nya sendiri yang mengawali semesta ini (nur muhammad), wa samaa'a rofa'aha wawadlo-al mizan. Dia meninggikan langit, menyempurnakan penciptaan dengan keseimbangan. Siapa yang ingin mencapai sesuatu, capailah keseimbangan (diri) lebih dulu. Lalu berdoalah ihdinash shirothol mustaqim, agar Tuhan menunjukan jalan lurus ke impian tersebut yang memang sudah tertulis di lauh al mahfudz sana. Tapi, mengapa rasulullah tak mau dunia, jika beliau memahami itu? Fujuuroha wa taqwaha, tak mungkin mereka yang telah sampai pada keseimbangan konstan memilih jalan buntu, gundukan sampah, jalan yang tak pernah ada daripada jalan kebenaran.
Kemudian setelah keseimbangan konstan itu tercipta, Dia menambah firman-Nya, alla tathghow fil mizan, jangan pernah manusia merusak keseimbangan yang sudah dengan sangat indah Tuhan ciptakan, juga jangan merusak kesimbangan dirimu ketika Dia telah menurunkannya dalam hatimu. Wa aqimul wazna bil qisthi wa la tukhshirul mizan. Selalu tegaklah bersama keseimbangan itu, hiduplah dengan keseimbangan konstan itu, dan jangan pernah dengan lingkaran pikiranmu yang dangkal itu kau merusaknya.
Hanya di dalam lingkaran pikiranmu, setan mampu mempermainkanmu. Di wilayah luar itu, ketika mereka hendak mengganggu, maka meluncurlah panah api yang memusnahkan mereka fa-atba'ahu syihabum mubin. Ketika kau dibukakan salah satu pintu (jalan) langit karena keseimbangan konstan itu, tapi tanpa keimanan, fatahna 'alaihim babbam minas sama-i, maka bal nahnu qoumum mas-huurun. Kebijaksanaan yang diturunkan, diberikan pada mereka yang belum layak hanya akan menjadikan mereka semakin bodoh. Kau harus pahami, mana wilayah kemutlakan, dan mana wilayah kemungkinan. Mantiqur ruh, hanya untuk mereka yang telah sampai pada wilayah kemutlakan. Jangan libatkan lingkar pikiranmu, selain itu tak sopan, seperti perdana menteri yang mengintip sang raja di kamarnya (analogi imam al ghazali), juga tak akan mampu ia. Bersambung...
Senin, 9 September 2019