Sakti

Java Tivi
0
"Elu pikir yang kebanjiran cuma sekolah lu aja, Jon?" seru Bon dari speaker telepon genggam. Mereka telekonfrens bertiga pagi itu, bersama Beth. "Jangan sok sedih lah,"

"Wkwkwkwk," Beth tertawa lepas.

"Napa lu?" tanya Bon.

"Si Jon kampret ini sih mana ada sedih," kata Beth. "Lu bisa-bisa ikut gila kalau tahu dasar hidup dia 10 tahun ini, dan kemungkinannya akan semakin setress, haha,"

"Emang apaan?" Bon penasaran.

"Tuh, yang jadi status tetap di WA dia. Itu cuma salah satu,"

Berhembus tanpa angin. Mengalir tanpa arus. Jatuh cinta tanpa keinginan, mencintai tanpa kecemasan. La khoufun alaihim wa lahum yahzanun.

"Bac*t!" sanggah Bon. "Mana ada manusia muda macam kita begitu,"

"Wkwkwkwk," Beth terpingkal lagi. 'Jon, lu lagi apa, Jon? Masih dengerin kami kan?"

"Mhasihh, mhasiiih," suara Jon agak jauh.

"Lu butuh bantuan kita? Mau kita transfer dana?" Beth menawarkan.

"Just doing your bussiness, Bangs*t!" kali ini Jon teriak agak keras di dekat mikropon.

'Bhahaha," tawa Beth lagi. "Lu denger, Bon? Lu kira kita boleh masuk perang dia? Kita lihat ini musibah buat dia, tapi buat si Jon, ini justru medan kemesraan dengan Tuhan, yang saking kuatnya kita bukan maqomnya,"

Bon kini melempem.

"Teman kita ini, malam kedua pernikahan aja istrinya dia tinggal di sana, dia sendiri pulang buat sekolahnya. Belum lagi dia dikeluarkan dari sekolah yang habis-habisan dia bela, disuruh keluar kerja sambilan, tanpa fasilitas, tanpa sarpras. Setiap hari dia harus menghadapi masalah yang sama dan persoalan banyak orang yang semakin rumit. Lalu di tiap bulan dia harus menerima tidak ada gaji untuknya, tiap bulan seperti itu, selama 8th ini." Beth jadzab¹. "Lu tahu, energi besar macam apa yang si Jon miliki? Pernah ada tukang pijat, laki-laki, tanya ke gue, temanmu itu (Jon), punya 'elmu' apa? Gue jawab, dia lulusan sejarah, jadi punya ilmu ndongeng, kali. Orang itu ketawa. Dia membaca, gak mungkin orang sekerempeng itu mampu bertahan sekuat itu. Ketika ada orang bertanya, apa solusi persoalan ruwet sekolahnya itu, dia cuma nanya balik, 'kalau kamu punya solusi untuk persoalan banyak orang tapi dengan resiko melukai saudara kandungmu sendiri, atau biarkan Tuhan sendiri yang mengurusnya, kamu pilih mana?"

Hening.

"Jon?" tanya Beth.

Tidak ada suara. Mereka khawatir Jon hanyut terbawa banjir.

"Jon?" tanya Beth lagi lewat mikropon.

"Woooh, sori, sori," kata Jon ngos-ngosan. "Perut mules tadi, sori,"

"Bangs*t," bisik Bon. "Jadi dari tadi lu gak dengerin kita?"

"Wkwk, sori," jawab Jon. "Terakhir tadi kayaknya Beth ngutip status WA seseorang, itu gue sambil lari udah mencret,"

"Bajigur!" kata Bon.

"Bhahaha," Beth tertawa lagi.

"Lu bener-bener gak mikirin persoalan macam banjir ini, Jon?" kejar Bon, serius lagi.

"Emm... Lebih ke hal yang Tuhan kehendaki, sih," kata Jon.

"Misalnya?"

"Emm...Misal, kita seharusnya memiliki titik tuju, yang bahkan sebelum kita memulai hari, kita sudah mendapatkannya. Lalu dunia dan kehidupan ini, tak ada gairah lagi untuk memilikinya. Hidup kita sakti, tak tergoda rayu-godaan receh yang diperebutkan manusia-manusia rendahan." Jon mulai jadzab.

"Lu ngerti, Bon?" tanya Beth.

"Kaga, hahaha," kali ini Bon yang tertawa puas.

"As#!," gerutu Beth. "Gue kan udah bilang, lu gak bakalan bisa pahami dasar-dasar hidup si Jon,"

"Lah emang lu bisa?" tanya Bon.

"Kaga juga, wkwkwk,"

¹Jadzab : kondisi meditatif yang mendadak orang jadi begitu bijak, filosofis, berkata-kata mulia tak seperti biasanya.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)