Ramadhan (3)
"Manusia itu objek, Tuhan adalah subjeknya. Seperti apapun kekuasaan-Nya yang diperlihatkan kepadamu, pahamilah itu hanya seperti pengetahuan lain yang kau dapatkan. Bukan 'tahu', melainkan diberi tahu."
Dari hari Rabu ke jakarta, menemani sahabat pejabat melaksanakan tugas negaranya. Orang seringkali tak paham perasaanku sendiri. Bagaimana mungkin aku merasa senang hanya dengan berdekatan bersama para pejabat, sedang setiap saat aku berdekatan selalu dengan-Nya? Tak akan ku berikan lagi sedikitpun dari diri ini untuk menghamba pada manusia, pada dunia. Diri ini seutuhnya adalah hamba-Nya. Adapun ketika memberi pertolongan pada siapapun, itu sebagai bukti pengabdianku pada-Nya, untuk menolong siapa saja hamba Allah yang memang Dia perintahkan aku menemaninya. Semacam segitiga cinta secara horizontal, 'jika menginginkan aku, mintalah kepada-Nya'. Sedang secara insani (kemanusiaan), biarlah kita belajar untuk saling menyayangi di bawah payung rahmat Allah. Karena di kiamat nanti, salah satu golongan yang mendapat 'ruang VIP' adalah mereka yang saling mencintai karena Allah, dan tak berharap apapun pada dunia, pada manusia sesamanya.
Sore ini, di dalam bus perjalanan dari Jakarta ke Bandung, dijelaskan kepadaku tentang penjelasan-penjelasan rasulullah terhadap umatnya yang bertanya tentang surga atau neraka. Bahwa surga atau neraka yang dijelaskan beliau itu menggambarkan karakter batin si penanya (ini jika konteks personal), sedang dalam pembicaraan-pembicaraan di depan umum, surga dan neraka dengan karakter umumnya.
Ada kesan negatif, saat orang senang memperbincangkan surga neraka. Seakan dunianya itu sudah beres, seakan tidak ada lagi perjuangan untuk hamba-hamba Allah yang lemah. Jika perbincangan tentang itu hanya sebatas untuk kepuasan, sekedar tahu, 'membeokan' yang tercantum di hadis atau quran tanpa benar-benar paham disiplin ilmu untuk membahasnya, itu benar. Sebaiknya hindari perbincangan itu. Tapi jika untuk pencarian, tadabur, dan semakin membutuhkan petunjuk dari Allah tentang segala hal, termasuk surga dan neraka yang seringkali kita dewa-dewakan, itu harus. Seperti perbincangan tadi di dalam bus.
"Kau akan masuk surga bersama pejabat itu," kata suara di kepala. Seorang pejabat eselon III yang baru saja aku temani. "Tapi kau tak bersamanya tinggal di surga itu. Kau hanya mengantarnya,"
"Lho kenapa?" Tanyaku.
"Surgamu adalah perjalanan mengantarkan sebanyak-banyaknya umat rasulullah ke dalam surga. Kau itu 'kuli', guide,"
"Semacam panitia langit?" Kami tertawa bersama.
Dan jangan salah paham. Tak ada perasaan apapun tentang itu. Rasa senang, bangga, bahagiaku hanyalah ketika selalu kembali mengingat-Nya, dan sadar bahwa aku adalah umatnya manusia terbaik sepanjang masa. Allahuma sholli 'ala sayyidina Muhammad, wa 'ala alaih.
Kamis, 15 April 2021, rumah istri di Bandung