Ramadhan (10)
"Awalnya, mungkin kita akan merasa takjub, kemudian merasa minder, semacam perasaan 'mengapa aku diperlihatkan semua ini?'. Tapi pada akhirnya kita paham, bahwa apa saja yang Allah perlihatkan pada kita, itu adalah ujian dan hal remeh bagi-Nya,"
Hadiah yang Allah berikan ketika kita dimampukan Allah untuk lepas dari ujian itu adalah diperlihatkannya kekuatan Allah untuk mengalahkan semua kebatilan, baik itu yang dhohir ataupun batin. Dalam kitab Futuhatul Makkiyyah, Ibn Arabi mengibaratkan seperti menangnya Musa di hadapan para penyihir saat ditantang Fir'aun. Meski Musa juga sebenarnya kaget dengan tongkatnya yang bisa jadi ular besar (ini tanda mukjizat/karomah), karena ia sadar itu bukan kekuatannya. Dan para penyihir juga sadar, bahwa apa yang dilakukan Musa bukanlah kekuatan Musa, dengan melihat rasa takut diwajahnya. Karena itu mereka beriman pada apa yang dibawa Musa, bukan mengkultuskan/mendewakan Musa (seperti penyihir-penyihir yang nampak hebat), melainkan iman kepada Allah dan apa yang diserukan Musa.
Pada awalnya, jika kita diperlihatkan sedikit kekuasaan Allah yang dirahasiakan dari banyak manusia, mungkin kita akan takjub, merasa hebat, merasa bangga, dsb. Dan jika kita tak berhenti disitu, terus belajar, maka kita akan jatuh pada perasaan malu. Mengapa aku layak mendapatkan 'ini'? Memangnya seberapa besar amalku? Seberapa bersih jiwaku? Dan jika kita terus berjalan, belajar, tak berhenti dengan musyahadah yang kita alami, maka kita akan jatuh pada perasaan penghambaan total, ketundukan, ketaatan mutlak, bahwa kita ini hamba-Nya, apa saja yang kita saksikan itu bukan milik kita, dan bukan tentang kesucian jiwa kita, melainkan memang sifat rahman-Nya yang menjadikan kita ditolong untuk menyaksikan itu, dan terjaga dari godaan setan sisi kanan itu.
Tegal, Kamis, 22 April 2021