Ramadan (11)
"Seseorang seringkali merasa pintar, hanya karena satu dua kalimat ilmu. Obat kebodohan, jika merasa berat belajar, adalah berbaik sangka pada Tuhan,"
Banyak teman yang bertanya, dulu waktu pertama mengenal filsafat dan mempelajarinya, apakah aku pernah mengalami itu? Meragukan Allah, meremehkan, atau bahkan tak peduli ada atau tidaknya, lalu hidup semau sendiri. Aku jawab : Tidak. Sekedar semangat pencarian luntur, iya. Tapi tidak sampai putus asa begitu. Sebelum kuliah, aku mengaji pada seorang guru tasawuf amali, beliau adalah Habib Abdul Hadi Bin Zain Al Baraqbah (semoga Allah selalu memberikan rahmat yang besar). Oleh beliau aku diajari hal-hal rumit, pertanyaan dilematis, baik tentang ketuhanan ataupun akhlak. Dari diskusi-diskusi malam itulah, meski banyak santri yang kadang tak paham dengan apa yang kami diskusikan, aku ke Bandung untuk kuliah sudah memiliki bekal yang lumayan kuat. Salah satu pesan yang beliau berikan padaku adalah : Akan terus banyak orang-orang yang merasa dirinya pintar, cerdas, karena beban gelarnya. Suatu saat kamu lulus, tak perlu merasa pintar, tapi saat keadaan memintamu turun tangan, kerjakanlah. Meski itu bukan tugasmu dan jelas-jelas memberatkan hidupmu.
Alhamdulillah, lulus tanpa wisuda. Dan pulang merapikan kondisi pendidikan masyarakat yang darurat.
Hadiah yang akan Allah berikan pada mereka yang lulus dari godaan sisi kiri, adalah ketajaman berpikir, kekuatan argumentatif, logika nubuwah, yang tak akan ia keluarkan kecuali kondisi memintanya. Dalam keseharian dia akan nampak biasa saja, bukan orang cerdas atau berwawasan, tapi ketika berdebat, bertanding argumen, ia mengeluarkan dalil-dalil aqli (logika) yang mantap, tanpa menjatuhkan ia yang menjadi teman bincangnya. Ia juga akan diberikan kemampuan untuk menentukan perkiraan kapasitas berpikir teman bicaranya, menolak berdebat pada mereka yang belum peduli dengan ilmu, dan memilih mengalah dengan mereka yang masih menganggap kepemilikan pemahaman itu untuk gaya-gayanan, pamer, dikagumi, dan label rendahan semacamnya.
Empat arah godaan setan ini dapat kita baca di buku futuhatul makkiyyah jilid dua bab terakhir. Tapi aku tak menyarankan untuk mempelajari itu sendirian, apalagi tanpa mempelajari belasan disiplin ilmu integral (agama, sains, kearifan lokal).
Tegal, Jumat, 22 April 2021