Ramadlan (14)
"Ruh dan Hawa (keinginan) berkompetisi, dan jasad adalah medan tempurnya. Seperti dunia, yang merupakan 'medan tempur' antara Tuhan dengan setan yang Dia ciptakan sendiri : manusia dan jin adalah pemainnya,"
Sains seperti alam semesta, itu terus berkembang, meluas. Akan sampai kemanakah itu? Sains tak bisa mencapai itu. Mana mungkin, yang terbatas mampu mengukur sesuatu yang terus meluas?
Itu contoh kecil, hanya sebatas makan di warteg atau di padang. Bagaimana jika itu urusan yang lebih kompleks : pernikahan, pemilu, atau bahkan yang berkaitan dengan Tuhan? Maka segala sesuatu di dunia ini melakukan pergerakan, dalam kata lain : perlawanan, persaingan/kompetisi, pertempuran. Termasuk Tuhan, dia membuat dunia ini, satu dari banyaknya jembatan yang harus dilalui manusia, selama masih ada hidup dan mati, akan terus ada pertempuran. Setidaknya antara kehendak Tuhan (ilham) dengan 'hawa' manusia. Rasa desakan, rong-rongan, teror keinginan, dari dalam diri yang terasa begitu menyiksa. Begitu juga jasad manusia, menjadi medan tempur antara ruh yang membawa kehendak-kehendak ilahiyah, dan hawa yang mendorong manusia menjauh dari apa yang dikehendaki Tuhan.
Makna ruhul qudus, maqom yang dicapai Nabi Isa, seperti halnya manusia ketika di awalnya (wa nafakhtu fiihi min ruhi), adalah derajat ketika hawa sudah benar-benar tunduk. Dan rasulullah saw, tidak mengajarkan itu untuk orang-orang awam seperti kita. Karena ketika telah sampai ke derajat Isa, apa saja yang ditiupnya akan hidup, disentuhnya bisa berbicara, seperti ketika ia menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, dan menyembuhkan orang buta.
Sama halnya dengan apa yang diinjak jibril, sebagai ruhul al amin. Ketika menjumpai Musa dengan penjelmaan manusia, Samiri memahami itu. Diambillah segenggam tanah yang diinjak jibril, yang kemudian dilemparkan tanah itu ke dalam pembakaran pembuatan patung emas anak sapi. Jadilah patung itu bisa bersuara, seakan berbicara pada kaum yahudi yang memang ingin Tuhan yang bisa dilihat mata. Orang-orang yang terlampau cerdas, tak sadar bahwa kecerdasannya bersumber dari hawa-nya. Itu berbahaya, karena bagaimana kita akan melawan hawa kita, jika diri kita ini menopang hidup padanya? Kalah bahkan sebelum bertanding.
Tegal, Minggu, 25 April 2021