Bukan tentang siapa yang membisikimu, melainkan kemana engkau diarahkan : pada Tuhan atau justru semakin menjauh dari-Nya._Jon Q_
Persis setelah tulisan berjudul 'rendahnya harapan hidup si Jon', sesosok jin perempuan datang. Niatnya ingin mengganggu, tapi justru ia 'ditelanjangi' para pasukan langit milik-Nya. Alhamdulillahi robbil alamin.
Setelah diriset, berdoa minta petunjuk pada Allah, Jon terbayang jurusnya Shikamaru, dalam film kartun Naruto. Jurus mengikat bayangan, Kagemane no jutsu. Sosok itu mengikat jiwa kita saat dierep-erep, meski yang sebenarnya bukan benar-benar mengikat jiwa, tapi menyumbat aliran darah, oksigen, hormon, dan zat lain dalam otak yang menjadikan seakan kita tak bisa bergerak. Ibarat menebak masakan dari aromanya, mereka, jin-jin tirakat meriset bagaimana cara agar jiwa manusia menjadi bermasalah tanpa menyentuhnya (tanpa bersentuhan dengan jiwa manusia yang sebenarnya). Semua itu dilakukan atas dasar dendam yang secara DNA diwariskan leluhurnya.
Jon bertanya, "Jika jiwa kita diikat/tak bisa bergerak, lalu siapa yang melihat/bergerak di alam mimpi itu?" Seakan-akan Jon juga melihat sosok itu sambil mau lari.
Lalu asumsinya dulu muncul lagi, bahwa, jika jin qorin manusia itu bisa melihat dan merasa apa yang kita lakukan, maka kita juga bisa merasakan/melihat apa yang jin qorin kita lakukan di alamnya itu. Keadilan alam. Mereka bisa melihat kita, dan kita juga bisa melihat mereka dalam kondisi-kondisi tertentu.
Siapa sosok perempuan tanpa wajah itu?
Jon mengingat informasi beberapa hari sebelum ayahnya wafat. Kakak laki-lakinya, di rumah barunya, dengan puluhan ribu dzikir sampai jam 3 pagi itu, pernah diganggu suara perempuan. Jon jadi paham, ternyata itu yang selama ini 'menemaninya'. Menjadikan istrinya memilih pergi/tak nyaman bersamanya, membuatnya gampang baperan, dan bahkan belum punya anak sampai sekarang.
Jon bertanya, "Sekarang kita sudah sama-sama tahu, apa yang akan kau lakukan?"
Jawabnya, "Seperti yang kau tulis, aku akan mengganggu sampai umur kalian selesai,"
Terbukti, baru beberapa jam, si Jon memperbaiki kabel listrik rumah kakak perempuannya. Dipikirannya digoda terus menerus, bicara sendiri (dalam pikiran), sampai Jon diingatkan, "Itu kabel dipotong-potong, padahal sekering belum dimatikan?"
Jon tertawa, merasa konyol, dan beristighfar.
Sebenarnya, jika mengingat kotor jiwanya, Jon sangat minder dan malu jika harus merasa PeDe berdekatan dengan Tuhannya. Pernah suatu saat ia bangun tidur dalam kondisi junub, belum bangkit dari kasur. Ia sholawatan : Allahuma sholli ala sayyidina Muhammad wa Alaa ali sayyidina Muhammad. Lalu ada yang menegur.
"Mbok ya jangan sholawat itu kalau kamu sholawatan dalam kondisi junub. Kamu bersholawat sama Allah, sama para malaikat, kok ya dalam kondisi junub?"
Gedubrak!!!
Jon tersenyum malu.
Bersholawat-lah dalam kondisi apapun dengan sholawat selain itu. Karena sholawat syahadat itu sebaiknya dalam kondisi berwudhu.
Jon teringat dengan satu pelajaran tentang Musa saat naik pertama kali ke bukit tursina.
Inni ana robbuka, fakhla' na'laik. Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka tinggalkanlah (kedua) terompahmu. Ayat ini menjawab pertanyaan : bagaimana bisa manusia menanggalkan indera dan pikiran yang selama ini ia bangun dari kecil sampai sekarang? Tapi itulah, menanggalkan 'terompah' (kanan dan kiri, indera dan pikiran), ketika hati, fu'ad, hendak memasuki langit-langit-Nya.
Indera dan pikiran ibarat prajurit, belajar dan mengalami hidup bukan untuk melampaui hati, melainkan sebagai latihan. Agar menjadi prajurit yang mampu diandalkan, tetapi juga memahami 'wilayah' atau posisi diri mereka sendiri.
Amman hadzaladzi huwa jundulakum yanshurukum mindunirrohman.
Alhamdulillahi robbil alamin.
Ahad siang, 18 Juli 2021