(Catatan dari facebook 10 September 2012)
"Guru, di usia 24 ini, aku mau menghapal qur'an (hafidz), menurut guru bagaimana?" tanyaku saat menengok kediaman guru yang telah membimbingku kurang lebih 6 tahun ini.
"Ehm.. Menurutmu, mengapa para hafidz selalu berpakaian gamis, dan menghabiskan waktunya di masjid atau majlis ta'lim?"
"Kalo seperti yang guru bilang, khoirum man ta'alamal qur'an wa amalahu, sebaik-baik kamu adalah yang belajar alqur'an dan mengamalkannya. Itu tugas mereka, guru?""Lalu, siapa yang mengajarkan qur'an, akhlak rasulullah, pada mereka yang awam, mereka yang di jalanan?"
aku tak bisa menjawab.
"Aku pernah seperti itu saat masih muda. Pengalamanku, kita akan merasa lebih tinggi karena hapalan qur'an kita dari mereka yang awam." kata guruku lagi. "Lebih baik hapal sedikit, lalu diamalkan pada siapapun itu, dengan penampilan dan akhlak kaum awam. Qur'an itu harus diamalkan, bukan cuma dihapalkan. Itu berat, meski aku tak meragukanmu,"
"Iya, guru,"
"Jaman sekarang, nyari orang bodoh susah. Karena orang-orang bodoh menganggap dirinya pintar dan lebih dalam segala hal (suci, terhormat, tampan/cantik, kaya). Dari itu, mereka tak mau menyapa mereka yang papa. Meski kamu sudah jadi sarjana, pura-pura bodoh saja. Tapi saat ada masalah pelik, cepat-cepatlah kamu selesaikan."
Aku mencari, selalu dari dulu, seseorang yang istiqomah dalam berbaik sangka meski telah disakiti. Tersenyum meski kehidupan menyiksa tanpa henti. Berbuat baik meski dunia tak begitu baik padanya. Menjadi rendah hati, bertambahnya usia semakin rendah hati. Aku ingin menjadikannya guru. Adakah seseorang begitu? Aku menunggu.