Beda kelas dan lawan

Java Tivi
0

Ahwa, keinginan (bahasa Arab) itu untuk manusia-manusia beriman rendah. Nafsu, yang berarti (secara sederhana) keinginan juga, akan menjadi lawan tangguh orang beriman kelas tinggi._Jon Q_


Jika dua kategori berbeda disatukan, disenyawakan maka akan terjadi kekacauan logika. Itu pasti. Misal, manusia berjodoh dengan kuda. Atau, persilangan bunga tulip dengan kambing. Tidak mungkin itu terjadi. Itu dua kategori berbeda yang tidak bisa disatukan, disenyawakan. Logika yang cacat ini, biasanya disebabkan oleh emosi, dalam bahasa 'kaum awam', aro-aita manitakhodza ilahahu hawahu. Perhatikanlah mereka, manusia-manusia yang menTuhankan keinginannya. Pasti kacau, tersesat, kenthir, dan ini hanya terjadi pada kita yang beriman baru di permukaannya saja. Menjadikan ibadah sebagai transaksi bisnis dengan Tuhan, dan setelah mendapatkan apa yang diingini, sikap ke sesama pun menjadi keras, tak peduli, memberi karena kasihan bukan karena taat pada Tuhan.


Beda ujian dengan orang-orang beriman kelas berat. Ada yang bilang ini hadits, ada yang bilang perkataan Ali kWh : man arofa nafsahu faqod arofa robbahu. Siapa mengenal dirinya, dia mengenal Tuhannya. Perkataan itu bukan 'man arofa ahwahu', tapi nafsa, diri. Maka yang menggoda Nabi Yusuf dari dalam dirinya adalah nafsu, bukan Ahwa. Karena jelas beliau adalah nabi, manusia dengan keimanan tinggi. Maka doa beliau : Inna nafsaka la amarotu bis-su'i Illa ma rohima Robbi. Nafsu, diri kita yang kotor, itu cenderung mengajak kepada keburukan. Diri yang tak dibersihkan, dengan sholat, dengan dzikir, dengan menutup jendela dan pintu akal juga pikiran dengan kalimat, 'La hawla wa la quwata Illa billah' saat terdengar adzan. Setan lari bersembunyi dari suara adzan, karena ia tak mau menjadi saksi sang nabi. Itu ada dalam kalimat : asyhadu alaa Ilaha Illa Allah, wa asyhadu Anna Muhammad Rasulullah. Maka jangan sampai, rumah dan pintumu ditutup dengan bacaan itu, tapi akal dan hatimu menjadi tempat bersembunyi mereka yang sangat nyaman. Dari sana mereka mengelola Ahwa, juga mengusik nafsu agar selalu merintangi kebaikan yang akan kita lakukan.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)