Jika ibadahmu sudah tidak berharap apa-apa, amal baikmu tidak membayangkan balasan apa-apa, lalu untuk apa kau melakukan itu?
Kita kembali ke kisah Jon Quixote. Hari Minggu kemarin ia main ke salah satu anak muda, temannya, yang pikirannya terganggu. Saking parahnya, dia ingin menghabisi nyawanya sendiri. Karena tidak ada kabar, ia memutuskan untuk mengunjunginya di kabupaten sana. Dalam perjalanan pikirannya bercampur aduk. Kekhawatiran-kekhawatiran tak beralasan saling bertabrakan. Tapi, ia selalu berharap Tuhan memberikan keputusan terbaiknya, karena setiap saat pun Dia begitu.
Sesampainya di rumah anak muda itu, ia sangat bersyukur, ternyata dia sudah sembuh total. Sudah tidak ada yang mengintimidasi dalam pikirannya. Tidak ada bisikan kekafiran, ahli neraka, murtad, dan penghakiman mengerikan lainnya.
Dalam perjalanan pulang, si Jon dibisiki untuk meminta imbalan dari konseling yang dia lakukan. Dia berbincang sendiri sembari berkendara dengan motor bututnya.
"Mestinya kau meminta imbalan pada Allah," kata pembisik. "Kau kan mengobatinya sampai sembuh?"
"Ah, Allah yang menyembuhkan, mengapa aku harus merasa berjasa?" balas si Jon.
"Tapi kan kau capek, bolak balik kota kabupaten, tidak dibayar pula," kata pembisik lagi.
"Lha memangnya rejeki sehat dan bensin saya dari siapa kalau bukan Allah?" jawab si Jon lagi.
"Kau bisa minta apa saja," kata pembisik. "Justru kau akan meremehkan-Nya kalau kau mengira Dia tak sanggup melakukan permintaanmu,"
"Emm.. Aku bingung mau meminta apa," jawab Jon.
"Apa saja,"
"Soalnya aku juga sudah tidak ingin apa-apa,"
"Bertambahnya ketaatan, mungkin?"
"Ah, enggak juga." jawab Jon. "Dia tahu, saat aku salah aku hanya mengambil satu dari banyak jalan takdir-Nya. Saat aku taat, memang itu yang dikehendaki-Nya,"
"Kau sudah kehilangan Alasan untuk menyembah-Nya?"
"Hehe, sejujurnya sih, iya,"
Hening.
Jika apa yang kita lakukan sudah tidak ingin balasan apa-apa, kehidupan macam apa yang sebenarnya si Jon alami?