Pemimpin Kok Miskin

Java Tivi
0

 "Aku telah diuji Allah dengan jabatan ini dan aku teringat orang-orang yang miskin, ibu-ibu janda, dan mereka yang rezekinya sedikit. Aku pun teringat orang-orang tawanan dan kaum fakir miskin. Kelak, mereka akan mendakwaku di akhirat."_Umar bin Abdul Aziz_



Sangat jauh jika harus menyamakan ketawadhuan si Jon dengan tokoh di atas. Oleh temannya, si Jon malah disebut menyombongkan ketawadhuan. Teman yang lain menyebut dia gila, sombong, kenthir, dan stereotip lainnya. Mencetak dua buku dan membuat karya yang orang-orang kampung semacamnya tak mampu membuat itu, tapi dicap sebagai 'kenthir' : gila dan sombong. Maka jelas, jauh sekali jika kepemimpinan dengan rasa pedih itu disejajarkan dengan Umar bin Abdul Aziz. Entah si Jon sedang dapat kutukan apa, sudah kurus, miskin, dihina melulu, berkali-kali di-amuk istri, tak punya teman 'se-frekuensi' pula. Konyol benar.


"Dunia ini sungguh remeh, Tuhanku," katanya dalam suatu munajat. "Tapi Engkau berani bertaruh pada manusia-manusia yang jelas lebih rendah daripada kaum kami sebelum ini, karena ada satu hal,"


Nafsu, setitik kegelapan yang bahkan malaikat pun menolak ketika ditawarkan lagi. Mirip anak kecil yang ditawari jamu pahit. Tapi nafsu berbeda dengan jamu, yang satu memabukan, satunya lagi mengobati. Ketika Rasulullah dan pasukannya pulang perang badar, nafsu jugalah yang dikhawatirkan beliau. Bahwa musuh terberat bukan tentara terkuat, melainkan setitik 'mineral' bernama nafsu. Kita sebagai orang biasa tak mungkin bertarung dengan nafsu. Kita kelasnya melawan 'ahwa', keinginan materil, atau paling jauh melawan syahwat. Hasrat rasa suka/senang pada segala sesuatu. Sebab nafsu hanya mau melawan manusia yang se-level, se-maqom. Semisal Nabi Yusuf ketika digoda oleh Zulaikha, Istri gubernur yang dari pertama nikah belum 'dicetak gol' satu kali pun. Maka itu berat sekali. Tanya anak-anak muda, bahkan sekelas ustadz pemimpin pondok pun mendadak jadi durjana karena itu. Padahal lawannya baru Ahwa, belum nafsu. Doa Yusuf pun layak kita contoh : Inna nafsaka la amarotu bis-su'i Illa ma rohima Robbi.


Maka menjadi pemimpin sudah barang tentu adalah ujian berat. Entah mengapa banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin, sedang sebenarnya dengan Ahwa saja mereka loyo. Pemimpin itu harus kuat, anti sangean, bukan hanya pada uang, wanita, tetapi semua fasilitas yang sebenarnya layak didapatkannya. Karena ujian bagi pemimpin itu bukan hal-hal materil, melainkan umpan. Jika dengan dunia yang remeh saja kau tergoda, mana mungkin kau menginginkan-Nya. Jika dekat dengan fasilitas dunia saja kau lupa diri, maka sudah pasti pada Tuhan pun lebih lupa lagi. Itulah kemiskinan seorang pemimpin yang sesungguhnya. Merasa puas dengan dunia, dan menganggap remeh Tuhannya. Sikap bukan kekasih, karena memilih merasa senang dekat dengan hal remeh daripada kekasih sejati-nya : Allah.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)