Esai Ramadlan 5
"Kepalamu itu pada awalnya untuk menampung pengetahuan. Sedangkan dadamu, untuk menampung semua perasaan. Kau harus tahu batas (overload) dua tempat itu. Agar kau tetap seimbang, dan rutinitas harianmu tetap berjalan,"_Gurunya si Jon_
"Guru, mengapa Tuhan yang maha besar (Allah) sangat menyayangi sebuah titik debu yang disebut manusia?" tanya Jon sore lalu menjelang buka puasa. Akhirnya ia diberikan rejeki untuk bertemu gurunya. Nafas yang tersengal-sengal, seperti diburu kawanan srigala membuatnya semakin butuh pencerahan.
"Duh, Jon. Baru hari ke-5 ramadlan, elu udah teler begitu," gurunya si Jon mengerti arah pertanyaannya.
"Lha iya. Untuk apa Tuhan yang arsy-Nya itu berkali lipat dari ukuran miliaran semesta, yang malaikat-malaikat super besar mengelilinginya, menciptakan makhluk remeh seperti manusia?" lanjut Jon. "Jika Tuhan ingin dikenal, Dia adalah khazanah tersembunyi, lalu mengapa manusia begitu ngebet sama dunia?"
"Lah, kita kan sudah bahas tentang setetes nafsu dalam jiwa manusia?" tanya balik gurunya si Jon.
"Yang jika malaikat punya itu, mereka akan teler mendadak?"
"Ya'ul dong,"
"Apakah sebanding, setetes nafsu itu dengan cinta-Nya pada debu-debu yang disebut manusia, yang jika kita tak ada pun Dia tetap sempurna?"
"Aku punya cerita," kata gurunya si Jon. "Tentang iblis yang mungkin elu belum pernah denger,"
"Yang mana tuh?" jawab Jon.
"Iblis dulunya adalah makhluk Allah yang sudah sampai Maqom 'Asy Sya'a', wilayah kehendak-kehendak-Nya. Bayangkan, makhluk dengan disertai nafsu, mampu sampai di wilayah yang hanya bisa dicapai malaikat. Pada umumnya, makhluk bernafsu itu hanya sampai ke Maqom 'Al idzin', wilayah-wilayah takdir yang dibolehkan Allah meski itu bukan yang dikehendaki-Nya." sampai sini si Jon sudah mulai ngeces, nge-lag, sebentar lagi mungkin nge-crash. Tumbang alias pingsan. "Mau dilanjut gak nih?"
"Ya'ul dong," sambil mengusap air yang jatuh dari mulutnya. Belagu amat memang dia.
"Semesta ini seakan membuat Tuhan 'bosan'. Akhirnya, kesalahan iblis adalah dia 'merasa' tinggi hanya dengan telah mencapai Maqom ASY Sya'a. Sedang itu tidak berarti apa-apa buat-Nya. Dia tetap gaib. Akhirnya, dia menyombongkan diri di hadapan malaikat dengan Maqom itu. Dia merasa lebih tinggi daripada malaikat yang hanya sampai pada Maqom 'al amr', perintah Tuhan tanpa tahu kehendak Tuhan. Dan terjadilah skenario penolakan sujud pada Adam. Perasaan ketinggian yang dibanting jatuh remuk hanya oleh tanah liat yang diberi bentuk,"
Si Jon menguap. Matanya kosong. Tak mengerti apa inti cerita itu.
"Memang belum saatnya, ya?" kata gurunya si Jon.
"Apa tuh?" tanya Jon dengan wajah tak berdosa.
"Jangan terlalu cinta, jangan terlalu benci. Dunia ini berputar, kadang porosnya di bawah, kadang di atas. Kepala dan dadamu itu ada batas tampungnya. Dunia ini begitu kecil, tapi mengapa pikiranmu tak mampu menampung itu? Dada yang kau kuatkan dengan kesabaran dan penyakitmu itu, mengapa tak mampu menampung dunia yang remeh ini?" kata gururnya si Jon. "Kau tahu jurus setan yang belum aku ajarkan kepadamu?"
Jon menggelengkan kepala.
"Alaa Inna awliya allahi la khoufun alaihim wa lahum yahzanun. Ini ayat bukan tentang kesedihan dan rasa takut. Tapi tentang kebingungan. Wali-wali Allah itu tak akan dibuat bingung oleh Dajjal yang membawa air di tangan kanannya sedang sebenarnya itu api, dan api di tangan kirinya sedang sebenarnya itu air," lanjut sang guru. "Wa la tukhothibni liladzina dzolamu. Siapa atau apa saja yang membuat kepalamu oleng atau dadamu sesak, jangan bicarakan itu lagi denganku!"
Si Jon menghela nafas panjang. Ia tersadar. Kembali ke dimensinya. Karena gurunya, hanya bisa ditemui tanpa ikut sertanya nafsu dan pikiran tubuhnya.
Kamis, 7 April 2022