Esai Ramadan 8
"Kalau kamu mengenal masalahmu, maka kamu akan mengerti bagaimana menyikapinya,"_Gurunya si Jon_
Jaman nabi, seorang budak boleh digauli tanpa pernikahan dengan syarat dan rukun untuk perempuan merdeka. Tapi hukum itu dihapus, bersamaan dengan dihapusnya perbudakan dalam Islam. Itu makna lahiriyah, berbeda dengan batiniyah.
Perbudakan masih berlaku di dalam diri kita. Perbudakan dengan bahasa keren 'kudeta', di dalam diri kita. Raja, yang adalah ruh kita, diperbudak oleh nafsu yang menyabotase peran akal sebagai perdana menteri. Budak boleh digauli, selama raja tidak lalai, tetap adil pada menteri-menteri dan rakyatnya. Akan sangat janggal, jika seorang budak kok bisa sampai mengelabuhi rajanya sendiri. Ini menjadi hal yang sangat bahaya.
Maka , Fa laqtahamal aqabah? Faqquroqobah! Bebaskan perbudakan dalam diri kita sendiri. Sebelum itu, kenali lebih dulu, mana akal yang bicara dengan ilmu dan data yang netral. Dan mana nafsu yang berbisik terburu-buru tanpa pertimbangan yang adil. Karena jika kita mengenal, maka kita akan mudah menyikapi segala sesuatu. Perbudakan dalam diri inilah yang dikhawatirkan nabi pada ummatnya. Setelah perang badar, beliau berpesan tentang peperangan yang lebih besar, yaitu jihadun nafs, perang melawan nafsu kita sendiri. Aro-aita manitakhodza ilahahu hawahu. Perhatikan mereka, manusia-manusia yang menuhankan keinginan-keinginannya. Mereka diperbudak menuju kebinasaan.
Ayat terakhir itu menggunakan diksi 'hawa/Ahwa', bukan nafsu. Tentang hawa, nafsu, dan syahwat sudah sering kita bahas di tulisan-tulisan sebelum ini. Nafsu itu ada yang baik, seperti budak. Ada yang taat, tapi cenderung jahat. Budak atau raja itu bukan identitas, melainkan mental. Tak mungkin Allah menempatkan seseorang bermental raja menjadi seorang budak. Kita belajar dari nabi Yusuf. Dan tidak boleh seorang bermental budak duduk dan memimpin disinggasana seorang raja. Ini fatal. Nafsu yang baik akan melayani rajanya. Tidak membingungkan akal, memecah keseimbangan pikiran. Jangan biarkan budak kita yang terus menerus dimanja, diberi makan. Karena itu akan menjadi kekuatan untuk melawan akal sebagai perdana menteri, dan mengecoh ruh/hati tentang dunia ini.
Puasa ini juga adalah jalan untuk membebaskan diri kita dalam perbudakan nafsu. Faqquroqobah! Seperti malam lalu ketika si Jon diajari untuk menelanjangi dan memandikan nafsunya sendiri.
"Berkata Nabi Isa pada sahabat-sahabatnya (Al hawariyyun)," gurunya si Jon bercerita. "Seorang kekasih Allah adalah mereka yang hidup dengan peta kitab suci. Dalam dirinya bukan tak ada kesedihan atau ketakutan, tetapi tak dibingungkan meski kepedihan dan rasa senang mengelilinginya. Ia tetap teguh,"
Tiba-tiba tubuh si Jon menolak untuk menghisap rokoknya lagi. Rokok diletakan di asbak, dan jiwanya gemetaran.
"Apa yang terjadi guru?" si Jon menanyakan apa yang sedang dialaminya itu.
"Beliau datang, sang Ruhul qudus," kata gurunya si Jon. "Bersyukurlah pada Allah dan berterima kasihlah padaku. Tidak ada anak muda yang didatangi beliau kecuali sedang benar-benar disucikan nafsunya."
Dan seperti saat si Jon mendatangi gurunya, suatu wilayah yang hanya dapat dimasuki tanpa disertai pikiran inderawi dan nafsu. Begitu juga ketika seseorang memasuki wilayah yang lebih tinggi. Tubuhnya gemetar, nafsunya disucikan. Jika menghadap para kekasih-Nya dengan membawa nafsu saja kita begitu malu, bagaimana mungkin kita menghadap-Nya dengan masih membawa nafsu yang belum disucikan?
Minggu, 10 April 2022