Tentang Rasa Sakit

Java Tivi
0

 Esai ramadlan 2


"Jika cinta, maka pasti tak akan merasa kecewa,"



Segala sesuatu di dunia ini tercipta berpasangan. Tercipta itu di Qur'an pakai kata 'kholaqo'. Itu adalah perbuatan Allah langsung. Agak sulit untuk mencapai sistematika ilmiahnya. Tapi menjadikan, dalam Qur'an memakai kata 'ja'al', ini wilayah hukum semesta (algoritma semesta) yang masih bisa dikejar logika ilmiahnya. Dan berpasang-pasangan, itu ciptaan Allah. Agak sulit disiplin ilmu barat menjelaskan bagaimana dari sosok Adam keluar Hawa.


Tapi tentang rasa sakit, Qur'an yang kita baca itu berkata : Inna ma'al usri Yusro. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Konsepnya bukan pakai kata 'setelah', tapi bersama. Jika konteksnya penyakit, maka pasti ada obatnya. Jika kesulitan, pasti ada caranya. Jika ada makanan, maka seharusnya ada minumannya. Dan tentang rasa sakit, pasti ada formulanya. Karena tak mungkin seorang pecinta itu merengek kesakitan pada perlakuan yang dicintainya. Jika cinta, maka seharusnya tak ada lagi rasa kecewa. Karena tiap sesuatu ada pasangannya. Keinginan berjodoh (berpasangan) dengan kekecewaan, rasa bosan. Kebutuhan berjodoh dengan rasa cukup. Cinta berjodoh dengan kerelaan. Dan ketaatan berjodoh dengan ketiadaan diri. Jika cinta, pasti rela.


Setidaknya ada dua rasa sakit yang kita alami. Rasa sakit yang baik, dan rasa sakit yang buruk. Rasa sakit yang baik itu contohnya sunat, melahirkan, haid, puasa, dan semacamnya. Rasa sakit yang memang itu harus, karena berakibat menyelamatkan diri. Sebaliknya, semua rasa sakit yang merusak, menghancurkan, membebani kita, itu harus dicari obatnya. Harus dicari formulasinya, karena hidup dengan rasa sakit seperti itu tak layak disebut kehidupan. Bukan kehidupan, ketika kita hidup dalam tekanan dan seakan tak boleh keluar dari sana. Merasa serba salah, tak bisa apa-apa. Bumi Allah luas, mengapa pikiran kita begitu sempit sampai berkata tak ada solusi?


Seorang konstruktor pernah bertanya ke saya, "Jika anda dikejar sekawanan harimau, di sisi kiri dan kanan ada rawa penuh ular, dan di hadapan anda benteng yang sangat tinggi tak mampu diraih, apa yang akan anda lakukan?"


Yasa... setidaknya saya berlari, sambil mengharap Rahmat Allah.


Sang konstruktor kaget, karena ia mengira jawaban saya akan menyerah atau pasrah begitu saja. Tidak ada dalam sejarah manusia yang tertakdir mengerikan, tanpa ada kelanjutan hidup yang membalasnya setimpal. Akal akan kacau, jika menganggap hidup ini cuma disini saja. Ada begitu banyak dimensi, wilayah, yang manusia singgahi setelah ia mati. Dalam khazanah tasawuf (yang lurus), bahkan sebelum mati pun kita dapat diberi anugerah untuk 'mengintip' kesana. Bukan halusinasi, bukan ilusi atau khayalan, tapi dunia yang sistematikanya tak kalah rumit daripada dunia ini. Maka tetaplah bersyukur. Nasib baik bisa jadi melalaikan kita dari akhirat. Dan nasib buruk bisa jadi itu adalah alat tukar wilayah atau dimensi yang sangat indah, melebihi yang didapatkan orang-orang yang bernasib baik di dunia ini. Rasa sakitmu akan lunas, bahkan dikalikan 100x lebih indah.


Senin, 4 April 2022 Bandung

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)