Esai Ramadan 6
"Apa yang kau tunggu lagi? Mengapa kau belum mau untuk naik tingkat lagi?"_Gurunya si Jon_
Ramadan tahun ini, si Jon 'dipaksa' oleh Tuhannya untuk membaca potongan peta yang hampir lengkap. Peta hidup, peta tema kehidupan dirinya, dan keluarganya. Seringkali ia digoda setan, bisa jadi ia dalam kesesatan sampai-sampai Tuhan selalu memaksanya seperti itu. Tapi dasar si Jon. Godaan setan dibalas dengan godaan yang lebih savage.
"Sesat atau benar, memangnya jalan yang kita tempuh ini ke siapa?" dan kalau si Jon sudah berkata begini, semua setan yang bergantian tiap detik menggodanya pun pada mingkem semua. Setan yang ganti shift bilang ke setan yang baru, "Dia udah tau yang lu mau godain," lalu setan baru itupun mengeluh, "Apes," dia bertugas sebatas tuntas kewajiban.
Seharusnya, puasa ini adalah tirakat, metodologi, agar orang-orang yang katanya beriman mampu menutup jalan untuk menggodanya. Dengan cara apa? Dengan mengikat dan 'memenej' nafsu yang tiap hari biasanya kita lampiaskan. Bagaimana cara mengikat dan memenej nafsu? Apakah ada buku 'how to'-nya, tips-tips menenej nafsu?
Setidaknya, ada tiga cara, tiga metodologi puasa, tirakat pengendalian nafsu. Pertama adalah puasa lahiriyah, puasa batiniyah, dan puasa akhiriyah.
Puasa lahiriyah paling mudah. Paling banyak dilakukan. Paling bisa membuat orang bangga dengan amalannya ini. Paling 'kecil' hasil panennya. Menahan lapar, haus, ngent*t, dan hal-hal lahiriyah yang membatalkan puasa pada umumnya meski yang dimakan/minum itu halal. Tapi, meski mudah juga banyak orang yang tak sanggup. Memilih untuk memuaskan nafsunya tiap saat, tiap hari, abai dengan perintah Tuhan. Dan itu biarkan saja. Karena bisa jadi, puasa kita justru tak bermanfaat jika merasa lebih baik daripada mereka. Yang biasa saja.
Puasa batiniyah ini naik level/tingkat. Mungkin nampaknya mudah, tapi tak sembarang orang mampu melakukan. Orang yang lulus, biasanya bukan karena sebulan penuh latihan untuk level ini. Melainkan bertahun-tahun membiasakan diri, lalu di tiap ramadlan ia 'ditahsis', 'diuji sidang', mampu lulus dengan cumlaude atau justru menetap di level yang sama. Apa yang perlu dilakukan dalam puasa batiniyah ini?
Memberikan apa yang kita inginkan untuk orang lain demi Allah dan Rasulullah. Termasuk waktu, tenaga, uang, dan ilmu.
Menjaga jarak (sabar) dari rasa senang. Sabar dari kepedihan. Sabar dari godaan untuk kesempatan maksiat yang datang.
Belajar, menimba ilmu, bukan untuk jadi ustadz atau menceramahi orang lain. Tapi semata-mata karena ingin mendekat pada Allah.
Menjaga pikiran, lisan, dan tindakan dari rasa malas dan menyakiti perasaan orang lain.
Sampai ini saja bagaimana? Sudah nampak beratnya? Tapi terakhir nih, yang ketiga : puasa akhiriyah.
Yaitu puasa, mengurung hati, agar tidak keluar, tidak beranjak dari singgasananya. Hati tak bisa melepaskan diri dari mengingat Allah, baik dengan dzikir lisan, dzikir pikiran (merenungkan ciptaan Allah), dan dzikir kesadaran. Bahwa yang berdzikir itu bukan kita, tapi Allah sedang memuji Diri-Nya sendiri. Kita tak akan mampu menyebut nama-Nya kecuali itu adalah nafas-Nya yang menyebut Diri-Nya sendiri. Karena, man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu. Siapa yang mengenal nafas-Nya, ia mengenal Tuhannya. Jika engkau telah mampu puasa dalam tingkat ketiga ini, maka selamat menikmati rasa manisnya cinta dari Rasulullah dan Allah Azza wa Jalla.
Sabtu, 9 April 2022