Tulisan ke-3
"Banyak bener, Jon?" kata Beth dengan ekspresi kebingungan. "Bagaimana bisa manusia biasa seperti kita ini mampu mencapai itu?"
"Kita nggak akan mampu, Beth," kata Jon. "Allah yang menjadikan kita mampu,"
"Tapi kan mesti ada cara untuk itu, Jon?" tanya Beth lagi.
"Ada yang namanya tasybih, penyerupaan Allah. Dan ada yang namanya Tanzih, penyucian Allah dari semua bahasa manusia," Jon melanjutkan. "Pada awalnya, kita akan menganggap Allah punya mata, sehingga Dia bisa melihat kita. Allah punya telinga, dan tangan sehingga Dia bisa mendengar dan memberi kita rejeki atau memberikan kita musibah. Tapi jika kita terus belajar, kita akan disampaikan (wushul) pada tingkatan tanzih, ketika Allah membersihkan semua pemahaman tasybih tentang-Nya di dalam jiwa kita. Saat tanzih sudah menyatu dalam diri kita, maka akan datang ilqo, pendiktean, pelontaran, ajaran-ajaran dari spektrum yang lebih tinggi. Kita harus ngaji, dibacakan kitab-kitab ulama terdahulu, untuk memverifikasi ilqo atau pendiktean itu. Apakah sesuai dengan Qur'an dan rasulullah, ataukah dari setan,"
"Tapi Jon, bukankah Nabi Adam saja terkecoh oleh setan," sanggah Beth penasaran dengan penjelasan si Jon. "Sekelas Nabi saja terkecoh lho, bagaimana dengan kita?"
"Tertipunya Adam hanyalah pelajaran kecil dari Allah," Jon menjelaskan lagi. "Sebatas menunjukan bahwa sesungguhnya manusia itu dho'if, lemah. Seperti saat rasulullah konon terkena sihir orang yahudi. Itu sebatas menandai, bahwa tubuh kita ini, seperti segala sesuatu dalam diri kita di hadapan Allah, itu lemah, tak berdaya,"
"Jika di Maqom Idris serumit tadi, bagaimana Maqom Adam, Jon?"
"Maqom Adam adalah Hari Senin, Itsnain," Jon melanjutkan. "Di antara ilmu-ilmu yang diajarkan di hari ini pada wali-wali Allah adalah : ilmu tentang kebahagiaan dan kesengsaraan, ilmu tentang nama-nama dan apa saja keistimewaannya, ilmu tentang keadaan memanjang dan memendek, serta tumbuh dan berkurang,"
"Ampun. Susah benar," Beth menggelengkan kepala. "Apakah tiap segala sesuatu itu memiliki sisi batin ilmu, Jon?" lanjut Beth. "Adakah hubungannya antara pikiran kita dengan semesta ini?"
"Setiap dzikir, wirid, hizb, sholawat yang didawamkan, baik yang bersanad atau yang tidak, punya wilayah/semestanya masing-masing." Jon menjelaskan lagi. "Tiap wilayah itu berpenghuni setiap makhluk yang pernah mendawamkan dzikir-dzikir tersebut. Tiap huruf memiliki ruh. Allah membalas tiap bacaan quran, dzikir, dan sholawat kita huruf per huruf. Ruh-ruh huruf itu naik ke alam barzakh. Ruh-ruh huruf yang baik akan sampai ke Allah, sedangkan yang buruk akan menimpa orang-orang yang mengucapkannya. Maka jangan pernah berucap, menulis, memikirkan huruf, kata, kalimat yang buruk. Kalau Allah memberikan kita kasyaf, akan kita lihat di alam semesta ini pertarungan antara energi ruh-ruh kebaikan dan keburukan. Kalau ruh-ruh huruf kebaikan dominan, maka wilayah kita diberkahi. Sebaliknya, kalau ruh-ruh huruf keburukan/kejahatan yang dominan, akan ada musibah. Hujan, angin besar, longsor, dsb, kalau kita kasyaf, kita akan tahu itu semua karena huruf-huruf keburukan yang lebih dominan daripada ruh-ruh huruf kebaikan yang kita upayakan."
"Oh, itu mengapa aku didatangi orang yang sudah wafat puluhan tahun itu?" Beth mulai memahami sesuatu. "Saat itu memang aku sedang rajin-rajinnya mengamalkan 8 jenis wirid. Tapi Jon, apa yang menjadikan 'beliau' sampai mau menemuiku?"
Bersambung,
#ngaji #nabi #maqom #adam #tasawuf #sufi #ibnarabi
Sabtu, 3 September 2022