Tulisan ke-1
Siang itu si Jon mengirim chat whatsapp ke seorang teman lama. Seseorang yang pernah mengalami hal 'aneh', berkaitan dengan orang yang sudah lama wafat.
"Lu dimana bray?" Tanya si Jon.
"Di rumah," balas teman si Jon. "Sini ngopi," ajaknya.
"Otw," balas si Jon.
Sebenarnya, akhir-akhir ini si Jon sedang malas kemana-mana. Selain karena lagi miskin semiskin-miskinnya, dia mestinya fokus nyari cuan. Dia juga sedang benar-benar serius mencari verifikasi pengetahuan-pengetahuannya. Pernah suatu saat ia bilang ke istrinya, waktu masih jadi kepala sekolah, "Kalau dihitung-hitung, yang wajar depressi atau sakit jiwa adalah suami-mu ini," cerita si Jon saat mereka membahas perlakuan kakak-kakaknya si Jon. "Miskin, berpikiran aneh (tak umum), jauh dari anak dan istri, tak punya teman karib, kerempeng pula," istrinya cuma bisa tertawa dan mencubitnya.
Tak bisa dipungkiri, kondisi saat ini, si Jon 'dikondisikan" oleh takdir untuk sampai ke dua hal : jika bukan gila, ia mestinya mati. Tapi, di luar pengetahuan 'sesuatu' yang membuat kondisi itu, si Jon justru sudah jauh-jauh hari - sejak kuliah, diperlihatkan serabut takdir kehidupannya. Wilayah takdir-takdir manusia, yang setelah ia diajak kesana, ia ampun-ampunan menangis tak mau kesana lagi. Sangat amat rumit.
"Dulu lu kan pernah cerita tentang orang yang mampir ke warung makan lu malam-malam. Waktu di Kendal," tanya Jon mengawali obrolan saat sampai di rumah temannya. "Dia waktu itu cuma datang ngobrol, apa ikut makan?"
Teman si Jon mengingat-ingat. "Cuma minta minum, Jon, dia cuma ngobrol, terus bilang disuruh main. Nggak tahu itu air diminum atau engga aku nggak lihat," yang ternyata orang itu sudah meninggal puluhan tahun lalu.
"Kenapa gitu?" Tanya temannya. "Eh, gua bikin kopi dulu ya?"
"Eh, nggak usah. Gua cuma sebentaran," kata si Jon.
"Emang kenapa, Jon? Tiba-tiba lu tanya itu lagi. Udah lama banget kan," kata temannya.
"Engga, gua kan lagi riset tentang wali-wali Allah dan 7 spektrum langit beserta para penghuninya," Jon mulai cerita.
"Keren," respon teman si Jon. "Gua sih dari dulu nggak bisa baca pola pikir lu. Riset tentang wali dan spektrum apa tadi?"
"7 Spektrum langit dan para penghuninya,"
"Nah, ya itu. Sumber datanya gimana, pendekatannya gimana, metodologinya gimana, gua ga habis pikir," kata teman si Jon lagi. "Tapi coba lu ceritain," pinta teman si Jon.
"Wali abdal itu kekasih Allah yang mirip Naruto ilmunya. Bisa 'memba'dali' diri. Dapat berada di banyak tempat dalam satu waktu," Jon mulai menjelaskan.
"Itu adalah diri yang sama atau penyerupaan dari makhluk lain?" tanya teman si Jon.
"Penyerupaan," Jon melanjutkan. "Tiap amal baik dan buruk kita itu menciptakan malaikat dan setan. Jika itu terlalu kuat, maka cahaya amal kita itu mampu 'mengikat' makhluk yang kita ciptakan itu. Seperti malaikat-malaikat yang sering mendatangi para nabi dan rasul. Mereka-lah yang mampu melakukan itu,"
"Wah, kalo begitu, gimana bisa kita membedakan, mana 'ba'dal' (penyerupaan) dan mana asli?" tanya teman si Jon lagi.
"Kalo manusia asli, dia makan, ngopi, udud, dsb," cerita si Jon. "Tapi kalo setan, biasanya sih nggak berani. Nggak punya kekuatan sehebat abdal dari malaikat. Tapi kalo malaikat, dia nggak makan, nggak udud, nggak ngopi,"
"Malaikat yang jadi abdal itu ada di spektrum apa?" tanya teman Jon lagi.
"Dia bisa keluar masuk spektrum wali abdal yang mengikatnya, dari semesta wilayah beliau (setelah wafat) ke spektrum yang lebih rendah," Jon mulai kesambet. Ngawur ucapan-ucapannya.
"Memangnya, 7 spektrum itu apa saja, Jon?"
"Dari riset aku ini, nggak tahu benar atau sesat," Jon mulai menjabarkan. "Spektrum merah itu wilayahnya Jin. Manusia yang senang dengan hal-hal klenik, jimat, kesaktian, itu terjebak di spektrum ini. Untuk masuk kesana mudah, tinggal baca atau tirakat amalan tertentu, pasti akan ada perwakilan dari wilayah itu yang mendekati jiwa kita. Seakan jin-jin itu melayani manusia, padahal sebaliknya. Jin-jin itu merasa mulia karena ada manusia yang terjebak dengan kekuatan-kekuatan rendahan dari spektrum merah itu."
"Spektrum di atasnya adalah jingga. Ini spektrum wilayah orang-orang mati. Untuk masuk ke wilayah ini, manusia harus lepas dari semua sifat buruknya. Kebencian, dengki, marah, dendam, dsb. Bukan tidak bisa salah lagi, tapi tidak mudah dikendalikan sifat-sifat buruk itu. Banyak orang yang katanya sering melihat jiwa-jiwa yang orangnya sudah mati. Nah, mereka adalah orang-orang yang masuk ke spektrum jingga,"
"Ketiga spektrum kuning. Untuk memasuki wilayah ini orang harus melepas semua jerat nafsu. Ingin kaya, tenar, dihormati, dimuliakan, dihargai, semua hasrat duniawi sudah lenyap. Hanya tersisa ketaatan seorang hamba. Kerja keras dalam hidup, belajar, atau berhubungan suami istri, itu semua hanya sebagai ketaatan pada Allah. Kaya tidak tergoda, miskin tidak merasa. Hatinya bersih. Di spektrum kuning ini, kita akan diajari ilmu dari para syuhada, para ulama, dan penulis kitab-kitab,"
"Keempat spektrum hijau. Ini spektrumnya Nabi Khidir. Untuk sampai spektrum ini, orang harus punya 4 kriteria selain 'riyadloh' berat di atas."
"Gila, berat bener," respon teman si Jon. "Kriterianya apa saja?"
"Pertama, dia harus punya tanggung jawab sosial yang membuatnya berjuang jiwa dan raga. Bukan mencari kekayaan, juga kehormatan. Kedua, dia mencegah keburukan-keburukan besar yang akan datang, semampu dia. Ketiga, dia mengasihi umat rasulullah sepenuh hati. Keempat, dia tak dihormati banyak orang dari semua yang dilakukannya,"
"Sinting," teman si Jon tertawa. "Mana ada orang yang begitu, Jon? Hahaha,"
"Orang yang sudah sampai spektrum hijau, dia akan satu semesta dengan Khidir. Dia diajari 'langsung' dari Allah tentang banyak hal. Dan dia punya akses bertemu rasulullah kapanpun,"
Bersambung...
Kamis, 1 September 2022
mas boleh minta no wa gk?
ReplyDeleteAda di page "Peracik Kopi" mas. 😁 mau ke IG boleh, ke sini sy.co.id
Delete