Filsafat Titik Ba (Bag. 3)

Java Tivi
0


Saya kasih judul bagian tiga (3), sebab saya menulis bagian 1&2 di web personal *www.sy-co.id. 


Sebenarnya saya mau menulis tentang makna batin Isra Mi'raj Nabi Muhammad sebagai kegembiraan bulan ini bertepatan dengan peringatan itu. Tapi saya kira akan sulit dimengerti jika tanpa mengawali dengan tulisan _Filsafat Titik Ba_ ini. Kita awali dari pertanyaan klise (umum) :


Apa inti surat dalam al Qur'an? Adalah Alfatihah.

Apa inti surat alfatihah? Ada dalam kalimat basmalah.

Apa inti dari kalimat basmalah? Ada dalam huruf Ba (ب)

Apa inti dari huruf Ba? Ada dalam titik di bawahnya.


Saya akan pelan-pelan bahas, mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang diberikan izin dan pertolongan-Nya agar dapat memahami hal ini.


Dalam khazanah tasawuf, Tuhan dan semesta ciptaan-Nya disimbolkan dengan tiga hal. _Isim_ sebagai Dzat Allah, _Fi'il_ sebagai nama dan sifat-sifat-Nya, dan _hurf_ atau huruf sebagai perwujudan dari apa yang dilakukan _fi'il_ tersebut. Nah, titik ba (ب) ada dalam rangkaian *huruf* hijaiyah. Saya tidak akan bahas dulu tentang ilmu huruf, makna-makna, semesta, atau _ruh-ruh_ dalam setiap huruf hijaiyah tersebut. Sebab kita akan fokus di huruf ba (ب).


Tentu saja kita tak akan membahas _Isim_ atau Dzat Allah, bukan hanya karena hadits ini :


 تَفَكًّرُوْافِىْ آيَاتِ اللَّهِ وَلَا تَفَكَّرُوْافِى اللَّهِ فَإِنَّكُمْ لَمْ تُقَدِّرُوْهُ حَقَّ قَدْرِهِ

(Pikirkanlah kekuasaan Allah, jangan pikirkan Dzat Allah)


Tapi juga hadits qudsi ini :


_Aku adalah khazanah yang tersembunyi  (kanzun makhfiy). Aku rindu untuk dikenal. Karena itu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenal._


Secara mendasar, _muthola'ah_ (anak-anak tangga) mengenal Tuhan ada tiga. Pertama adalah derajatnya orang awam, yang mengatakan Allah ada di atas langit, memberi rejeki dan mengazab, atau juga mengatur takdir. Kedua adalah _ma'rifatnya_ orang terpelajar, orang alim, yaitu tentang prinsip imanensi (Allah ada di dalam segala sesuatu) dan prinsip transendensi (sekaligus Allah di atas segala sesuatu). Bahasa jawanya, dekat tak tersentuh. jauh tak terukur, *Tan keno kinoyo ngopo*. Dan ketiga adalah prinsip _fana_, ketiadaan, bahwa makna *La ilaha illa allah* adalah tidak ada yang wujud kecuali Dia (Allah), jika kita _wujud_ (ada tanpa sebab) maka kita adalah Dia. Penjelasan ini yang membuat saya sering ragu untuk menjelaskan makna _titik ba_, sebab lumayan rumit. Apalagi penjelasan isra mi'raj yang jauh lebih rumit. Sebab, bukan hanya tentang pemahaman, itu tentang _pengalaman mi'raj_.


Sebelum huruf ba, ada huruf alif (ا) dan sebelum huruf alif tersebut adalah sesuatu yang kita sebut dengan _ketiadaan_. Huruf hijaiyah berawal dari huruf alif, sebelum itu tidak ada huruf, hanya ada _fi'il_ (dalam simbolisasi tadi di atas) dan _isim_ yaitu Dzat Allah yang paling gaib. Maka dalam surat an nas, kita diajarkan mengenal Allah dalam tiga _muthola'ah_ lagi, yaitu _Robb_, _Ilah_ (Allah), dan _Malik_. Mengapa dalam maqolah _Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu_ menggunakan kata *Robb* (Robbahu)? Sebab, _Malik_ adalah simbol dari nama Allah yang mempresentasikan semesta materi, Ilah (Allah) adalah al imamum mubin, simbol pemimpin dari semua semesta nama dan sifat-sifat-Nya, dan Robbu adalah Sang *Kanzun Makhfiy*, yang tersembunyi, dan tak dapat dikenali, yaitu _isim_ atau Dzat Allah.


Di channel youtube saya (@syatahat) sudah dijelaskan tentang enam (6) peradaban semesta. Seperti banyak disebut dalam Qur'an, langit dan bumi diciptakan dalam enam masa/hari. Simbolnya adalah Hari Senin (Isnain) sebagai *As Sidra* (sidratul muntaha) atau Al Qalam (semesta nama dan sifat Allah) atau orang-orang tasawuf menyebut itu sebagai *Nur Muhammad*. Saya tidak setuju itu adalah *Nur* (cahaya), sebab simbol semesta peradaban cahaya adalah hari selasa (tsalasa), yaitu semestanya para malaikat. Maka _make sense_ ketika Jibril tak sanggup mengikuti Nabi Muhammad memasuki Sidratul Muntaha, selain itu bukan semestanya, wujud zat mereka beda. Sidratul Muntaha adalah wujud zat As Sidra atau _Kesadaran Tuhan_, sedangkan malaikat dari wujud zat *nur* atau cahaya. Hari rabu (arba'a) adalah semesta wujud zat plasma (api), ini adalah galaksi/semestanya jin-jin yang diberikan kehendak bebas. Malaikat juga golongan _jin_ (tersembunyi), mereka bisa berpikir, tapi tak punya kehendak bebas seperti manusia dan iblis. Kamis (khomsa) adalah semesta wujud zat gas, energi, atau udara. Jumat adalah semesta wujud zat cair (air). Dan terakhir adalah Sabtu (sab'ah) sebagai wujud zat padat, yaitu planet-planet dan galaksi semesta materi. Lho bukankah hari ada tujuh? Senin sampai Ahad? Betul, Ahad adalah simbolisasi Yang Esa, Allah. Secara sangat sederhana, dari tujuh hari itu Allah ingin berkata :


*_Aku (Ahad/ Yang Esa) menciptakan As Sidra/Kesadaran-Ku (Senin), Nur / Cahaya (Selasa), Plasma / Api (Rabu), Gas / Energi / Udara / Ruh (Kamis), Air / Sumber kehidupan zat padat (Jumat), dan Tanah / materi (Sabtu)._*


Bersambung...


Rabu, 24 Januari 2024

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)