Oleh : Chanel Youtube @syatahat
Kita masih tadabur ayat ini :
Al-Isra' ayat 1
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
(4) _Maqom_ atau derajat *Abdullah* yang lebih tinggi dari kewalian.
Dalam ayat di atas, yang _diundang_ Allah ke As Sidrah adalah *abdi*, hamba, bukan _teman_ atau bahkan _kekasih_ (Auliya/wali). Seperti dalam artikel *Filsafat Titik Ba* yang kedua, bahwa akal hanya mampu membuat _anak-anak tangga_ menuju *kebenaran* (Al Haq) atau Tuhan. Sebaliknya, nubuwah-lah atau wahyu yang menjadikan seseorang dapat memahami atau mencapai sesuatu di luar batas akal. Fungsi akal, sekali lagi, bukan untuk mengelola _data_ dari indera - lagi, tetapi juga menerima dan menampung data dari wilayah yang akal tak mampu mencapainya. Wilayah tersebut memang dipenuhi oleh derajat (maqom) kewalian, tapi dipuncaknya adalah derajat *Abdullah*. Jika kewalian ada yang disebut sebagai _wali syetan_ (kekasih-kekasih / teman setan yang juga bisa menampilkan karomah), maka di derajat *abdi*, tidak ada yang namanya *Abdusyetan* atau hamba setan. Karena setan juga adalah termasuk 'hamba' Allah, ciptaan Allah yang tidak bisa apa-apa di hadapan-Nya. Dalam pengibaratan 6 wujud zat semesta yang saya hipotesakan, *Abdullah* adalah keseluruhan ciptaan Allah, dari As Sidrah sampai wujud zat padat atau galaksi semesta materi kita ini. Maka, setan hanya satu titik kecil seperti titik ba, sebab ia adalah penduduk atau ciptaan di antara 6 wujud zat peradaban itu. Dalam pengibaratan huruf hijaiyah, setan hanya satu titik di antara huruf-huruf hijaiyah.
(5) Jika setan juga *hamba*, apakah bisa mi'raj seperti diksi *abdi* dalam surat Al Isra' di atas?
Di artikel pertama, saya sudah jelaskan tentang makna ( سبح ) _sabaha_, yang ditambah huruf _nun_ ( ن ) menjadi _Subhana_ ( سبحان ). Jika kita lihat, ada huruf _alif_ ( ا ) dan ( ن ), itu tanda antara As Sidrah atau Al Qalam sebagai wujud _azali_ (otentik) Nabi Muhammad. Dan Nun sebagai simbol dari tajjali beliau di peradaban semesta wujud zat padat ini. Setan tidak akan mampu mi'raj, kecuali sudah disucikan seperti Nabi Muhammad. Baik itu pembelahan dada oleh Jibril, atau pengibaratan susu dan khamr yang ditawarkan Jibril pada Nabi sebelum mi'raj ketika di Masjidil Aqsho.
(6) Pola visual indera tak bisa memahami pola-pola visual di wilayah yang lebih tinggi.
Hadits dan ayat tentang Isra Mi'raj sebagian besar adalah semesta simbol-simbol / pengibaratan. Mengapa? Sebab manusia sangat tergantung dengan memori otaknya. Lebih lanjut dari itu, memori otak hanya mampu memahami pola-pola visual yang indera tangkap. Contoh, kalau saya sebut _buah apel_, pasti yang terbayang di pikiran adalah bentuk, warna, mungkin tekstur, geometri, dan hal-hal seputar itu. Tapi di wilayah wujud zat gas, energi, atau ruh (para fisikawan mengibaratkan itu sebagai *Tesseract*), apel bisa saja berbentuk segi 12, ada sayapnya, dan bisa mencair dengan sendirinya. Ini hanya pengibaratan, ya. Bisakah akal kita mampu untuk menerima ini begitu saja? Ini yang saya maksud tadi, pola visual akal kita, tak akan menerima apa yang kita lihat di wilayah yang lebih tinggi itu. Maka hadits dan ayat Isra Mi'raj dipenuhi simbol, sebagai perwakilan pola-pola visual yang rasulullah alami selama perjalanan Mi'raj.
(7) Contoh-contoh pola visual selama Isra Mi'raj
*Buroq*
Rasulullah melihat hewan yang seperti baghal, peranakan kuda dan keledai, yang satu langkahnya itu jauh sekali. Satu kali melangkah dari Masjidil Haram ( Mekah ) sampai Masjidil Aqsho (Palestina). Tentu saja kita berspekulasi dengan bermacam-macam teori, yang sebenarnya itu adalah hewan dengan pola visual di wilayah peradaban wujud zat cahaya, atau *nur*, peradabannya para malaikat. Dan itu hanya salah satu hewan saja di semesta cahaya.
*Masjidil Haram dan Masjidil Aqsho*
Ada hadits tentang Bumi seutuhnya yang dijadikan Allah sebagai _masjid_ untuk rasulullah.
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ( اَلْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا اَلْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ ) رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَلَهُ عِلَّةٌ
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bumi seluruhnya menjadi masjid kecuali kuburan dan kamar mandi” (HR. Riwayat Tirmidzi)
Ibnu Hajar Asqolani mengakatan hadits ini lemah dari segi _maushul_ atau mursal-nya. Tapi dalam hal *bumi adalah masjid* sebagai tempat sujud dan mentaati Allah, itu sesuai quran. Singkatnya, hadits tersebut shohih secara _matan_ (isi hadits) dalam hal itu. Nah, makna _Masjidil Haram_ adalah, secara batin Nabi sudah jauh meninggalkan dunia, dengan segala nikmatnya. Walaupun memang dunia ini berisi hal-hal yang indah seperti hadits ini :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
Dari Abu Sa’īd al-Khudri -raḍiyallāhu ‘anhu- dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, *“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau*, dan sesungguhnya Allah -‘Azza wa Jalla- menjadikan kalian khalifah untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama terjadi pada Bani Israel adalah karena wanita!” (HR. Muslim).
Tapi juga dunia ini tercipta dalam laknat Allah, seperti hadits ini :
عن أبي هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ»: أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ « الترمذي
Dari Abu Hurairah , aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, sungguh dunia itu terlaknat, dan termasuk apa saja yang ada di dalamnya, kecuali bagi orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah dan memiliki loyalitas kepada-Nya, serta orang yang ‘alim dan para penuntut ilmu.”
Dunia manis dan hijau untuk mereka yang awam, sedangkan mereka yang imannya mulia, dunia ini terlaknat. Inilah makna Nabi *meninggalkan Masjidil Haram*, Nabi *Mi'raj dari dunia yang dijadikan tempat sujud namun terlaknat untuknya,* menuju Masjidil Aqsho, sebagai *batas alam semesta wujud zat padat*. Kalau kita lihat di kamus, arti kata *Aqsho*حَدّ أَعْلَى ، حَدّ أَقْصَى : batas maksimum , maksimal , paling tinggi* atau *أقْصَى : batas , akhir , limit , maksimum , maksimal*. Para peneliti astronomi mencari batas alam semesta, eh ternyata ada di Palestina. Sekali lagi, ini pola visual yang lebih tinggi, ya.
*Rasulullah sholat bersama para nabi*
Ini juga simbol, atau pola visual yang tak akan mudah diterima akal inderawi kita. Maknanya adalah, Rasulullah *menyambungkan* ruh-nya dengan para nabi. *Sholat* dari kata *Shil*, artinya tersambung. Saya sudah jelaskan ini di video youtube. Dan sholat berjamaah, *menyambungkan diri secara berjamaah*, secara *bootstrap* (tentang ini ada di youtub saya) nilai derajatnya 27x lipat. Seperti dalam hadits ini :
عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650]
Ini nyaris dalam pola yang sama, bahwa partikel hipotetis (dalam dunia fisika) bernama *tachyon* itu melesat 27x lipat dari kecepatan cahaya. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho menggunakan pola visual dari semesta peradaban cahaya, dengan kecepatan 300.000km/detik. Dan dari Masjidil Aqsho (batas semesta peradaban wujud zat padat kita ini) ke As Sidrah atau Sidratul Muntaha, dengan pola visual semesta peradaban As Sidrah, dengan kecepatan 300.000km/detik x 27, atau dikuadrat 27. Itu mengapa Jibril tak mampu mengikuti Nabi bertemu *Robbun*, wujud Allah yang di simbolkan wilayah sebelum _huruf alif_. *Man arofa nafsahu, faqod arofa *robbahu*.
Saya disuruh menulis hanya sampai ini. Mohon maaf jika menyesatkan. hehehe
Selasa, 30 Januari 2024