Perasaan Ibrahim Saat Anaknya Harus Diqurbankan

Java Tivi
0

 


Seakan-akan, malam ini Nabi Ibrahim berkisah begini....


Tidak ada ujian yang seberat ini. Bukan karena aku tak mau, tapi, apakah penghambaanku pada Tuhan selama ini tak dianggap-Nya? Mengapa harus anakku? Iya, aku mengerti Tuhan mengujiku dengan ini untuk melihatku, dengan takdir yang juga aku melihat itu di lauhul mahfudz (aku sudah kesana), apakah aku akan memilih 'membunuh' anak sendiri? Kebodohan macam apa yang dilakukan seorang ayah pada anaknya dengan cara menggoroknya? Apakah yang aku lihat dan dengar dalam mimpi adalah memang Tuhan, atau halusinasi dan alam khoyal-ku saja?


_Kepada siapa aku harus memastikan ini? Dan apakah ada seseorang yang bisa menjadi wakil Tuhan saat ini selain aku? Jika ada kekasih Tuhan selain aku, mengapa yang diuji seperti ini aku bukan dia? Apakah perjalanan langit-ku itu tidak bisa menjadi ketetapan bahwa aku sudah dekat dengan Tuhan-ku? Apakah aku harus berdoa kepada-Nya, sedangkan hari-hari menjelang eksekusi seakan begitu hambar kemesraan dengan-Nya. Aku tak bisa berbincang dengan-Nya seakrab kemarin sebelum mimpi itu datang. Apakah justru ini aku sedang bermimpi, jadi harus mengqurbankan anak sendiri? Dan lagipula, ya ampun, anak itu sedang tumbuh, sedang lucu-lucunya, Ismail, apakah aku sendiri yang harus mengembalikannya pada Tuhan? Hati macam apa yang aku miliki hingga tega membunuh anaknya atas nama Tuhan?_


_Tapi pada siapa aku harus mengadu, jika Tuhan yang menjadi satu-satunya tempat bersandar, Dia mengacuhkanku. Apakah penderitaanku selama ini kurang? Apakah dunia yang sudah ku relakan untuk manusia, tak menjadikan Tuhan tahu aku tak layak dengan ujian ini? Aku tak menginginkan kekayaan, kemewahan dunia, tak ingin jadi raja, aku hanya ingin menjadi hamba Tuhan yang sejati, tapi mengapa anakku harus disembelih?!_


_Apakah riyadloh selama ini tak berharga di hadapan-Nya? Apakah hanya untuk menguji kesabaranku, anakku harus mati lebih dulu? Apakah pelayanan-ku pada hamba-hamba-Nya yang lemah itu percuma? Bukankah Dia tahu aku senang menolong umat manusia? Dan aku tak meminta apa-apa dari pelayanan yang aku berikan? Apakah aku harus menangis, mengemis, agar Tuhan membatalkan perintahnya ini?_


***


Dan setiap nabi, menerima kepahitan hidup yang begitu pedih.


Yusuf ayat 86


قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ


Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.


Al-Anbiya' ayat 87


وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ


Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku  termasuk orang-orang yang zalim.”


Ash-Saffat ayat 89


فَقَالَ اِنِّيْ سَقِيْمٌ


kemudian dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku sakit (depresi).”


Al-Anbiya' ayat 83


۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ ۚ


Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”


Selamat Idul Adha, Ahad, 16 Juni 2024

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)